Menu

Mode Gelap
Menghapus Garis Demarkasi Kolonial: Catatan Pertunjukan Arja Mahasiswa Bahasa Bali Undiksha Kebun Jagung di Beranda Kelas: Catatan dari Pelatihan Menulis bagi Guru dan Siswa SMKN 1 Petang Digelar 23-25 Juli 2024, Rare Bali Festival Usung Tema “Tribute to Made Taro” Mengenang Kembali Dedikasi Maestro I Gusti Nyoman Lempad Integrasi Literasi dalam Pembelajaran dan Digital Kultur: Workshop Literasi-Numerasi SMPN 1 Selemadeg Timur

Ala Ayuning Dewasa · 19 Mei 2021 05:19 WITA ·

Pegatwakan Tiba: Ngabut Penjor Dulu, Nanceb Tetaring Kemudian


					Pasangan penganten Bali sedang natab. Perbesar

Pasangan penganten Bali sedang natab.

Hari ini, Rabu, 19 Mei 2021. Kalender Bali menandainya sebagai hari Buda Kliwon Pahang. Orang Bali kerap juga menyebutnya dengan berbagai istilah. Ada yang menyebut Buda Kliwon Pegatwakan, Buda Kliwon Penelahan Galungan, dan ada juga yang mengatakan sebagai Buda Kliwon Pemelas Tali.

Intinya, Buda Kliwon Pahang merupakan penutup rangkaian hari Galungan dan Kuningan.  Karena itu, Buda Kliwon Pahang biasanya akan ditandai dengan pencabutan penjor Galungan.

“Segala kelengkapan penjor tersebut dibakar dan abunya ditanam di sekitar pekarangan rumah atau di lebuh,” tulis Wayan Budha Gautama dalam buku Rerahinan Hari Raya Umat Hindu.

Yang istimewa dari hari Pegatwakan tentu saja dimulainya aktivitas nibakang dewasa atau menjalankan ketentuan hari baik buruk melaksanakan berbagai upacara atau kegiatan. Pegatwakan menjadi istimewa karena ditunggu-tunggu, terutama oleh pasangan muda yang berencana nganten (menikah). Begitu Pegatwakan tiba, musim nganten pun tiba.

Sebelumnya, selama rentang hari raya Galungan dan Kuningan, terutama sejak Buda Pon wuku Sungsang (sepekan sebelum Galungan) hingga Buda Kliwon wuku Pahang (35 hari setelah Galungan) dipantangkan melangsungkan berbagai upacara ngwangun (berencana), termasuk pawiwahan atau nganten. Tradisi Bali menyebut rentang waktu Buda Pon Sungsang hingga Buda Kliwon Pahang itu sebagai nguncal balung. Menurut keyakinan orang Bali, kurang baik menggelar upacara saat nguncal balung.

Memang, pantangan menggelar upacara saat nguncal balung tak selalu diikuti. Di beberapa tempat di Bali, upacara pernikahan terkadang dilaksanakan saat rentang waktu nguncal balung.

“Biasanya karena ada ‘kasus’, misalnya si mempelai wanita sedang hamil sehingga perlu segera diupacarai, nguncal balung bisa saja diabaikan. Tapi kalau prosesnya baik-baik saja, orang masih mempertimbangkan nguncal balung itu sebagai bulan larangan menikah,” tutur Nyoman Santosa, seorang warga Singaraja.

Banyak orang mungkin menganggap keyakinan soal nguncal balung hanya mitos. Namun, selain soal keyakinan, tradisi nguncal balung sejatinya dapat dimaknai sebagai kearifan orang Bali untuk fokus pada suatu kegiatan dan disiplin membagi waktu. Sepanjang rentang hari Galungan dan Kuningan, orang Bali tentu disibukkan dengan berbagai ritual hari raya yang padat. Nguncal balung juga memberi kepastian bahwa sepanjang rentang waktu Galungan dan Kuningan tak ada kesibukan menggelar upacara ngwangun, kecuali hari Galungan dan Kuningan.

Ketut Karma, seorang warga Klungkung, sudah mengagendakan pernikahan anaknya setelah Pegatwakan. Dia sudah berembuk dengan keluarga, upacara pernikahan anaknya bakal dilaksanakan setelah Pegatwakan dan Tilem Sadha. “Ya, antara 14-16 Juni 2021,” tutur Karma seraya berdoa upacara pernikahan anaknya nanti berjalan lancar tanpa halangan.

Memang, selain memilih waktu setelah Pegatwakan, orang Bali juga akan memilih waktu menggelar upacara pernikahan pada hari-hari pananggal, yakni hari-hari setelah Tilem. Pananggal merupakan penanda bulan berubah dari gelap (Tilem) menjadi terang (Purnama). Kali ini, bentang waktu penanggal setelah pegatwakan dimulai pada 10-24 Mei 2021.

“Setelah ngabut penjor pada hari pegatwakan, ya, segera siap-siap nanceb tetaring untuk persiapan upacara pernikahan anak,” tutur Karma sembari tersenyum.

Bagi masyarakat Klungkung, nanceb (mendirikan) tetaring masih menjadi penanda penting seseorang atau sebuah keluarga menggelar upacara. Tetaring merupakan bangunan darurat menggunakan bambu dengan atap dari anyaman daun kelapa. Di banyak tempat tetaring mulai digantikan tenda.

“Tapi, tetaring tetap diisi, walau sedikit. Sebagai simbol saja,” imbuh Karma. (b.)

  • Penulis: I Ketut Jagra
  • Foto: I Ketut Jagra
  • Penyunting: I Made Sujaya
Artikel ini telah dibaca 513 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Hari Ini Nyepi Segara di Kusamba, Begini Sejarah, Makna, dan Fungsinya

9 November 2022 - 08:17 WITA

“Nyaagang” di Klungkung, “Masuryak” di Tabanan: Tradisi Unik Hari Kuningan

18 Juni 2022 - 14:29 WITA

Magalung di Kampung: Sembahyang Subuh, Munjung ke Kuburan, Malali ke Pesisi

8 Juni 2022 - 16:31 WITA

Tiga Jenis Otonan dalam Tradisi Bali

26 Mei 2022 - 00:57 WITA

Tari Rejang: Warisan Bali Kuno, Simbol Keindahan dan Kesucian

4 Juni 2021 - 22:50 WITA

“Bahan Roras”, Pelaksana Harian Pemerintahan Adat di Tenganan Pagringsingan

2 Juni 2021 - 21:23 WITA

Makare-kare Tenganan Pagringsingan
Trending di Desa Mawacara