Oleh I Wayan Artika
Perjalanan safari literasi akar rumput di beberapa sekolah di Bali terkadang tanpa dinyana bertemu dengan kondisi gerakan literasi yang mungkin sangat mundur atau sama sekali tidak bergeliat. Namun, sungguh sering di luar dugaan bertemu dengan praktik-praktik literasi yang sangat maju, terlepas dari euforia gerakan literasi sesaat.
Kondisi gerakan literasi di suatu sekolah sangat bergantung kepada visi kepala sekolah dalam pengembangan berbagai program inovatif. Tulisan ini akan bercerita mengenai perjalanan gerakan literasi akar rumput di SMPN 1 Selemadeg Timur yang terletak di Dusun Bunut Puhun, Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan, 27-28 April 2024. Sekolah ini terletak di “jalur tengkorak” Denpasar-Gilimanuk, kira-kira 300 m di selatan jalan nasional tersebut. Gerakan literasi akar rumput pun sampai di sekolah ini karena undangan Kepala SMPN 1 Selemadeg, I Nengah Sumeyasa, S.Pd., M.Pd.
Workshop literasi-numerasi ini dilaksanakan dalam rangka menyikapi salah satu poin dalam rapor pendidikan, yaitu meningkatkan literasi dan numerasi. Adanya poin literasi dan numerasi dalam rapor pendidikan menjadi motivasi bagi sekolah-sekolah untuk mengembangkan gerakan literasi secara mandiri. Untuk itu sekolah-sekolah dituntut untuk menyelenggarakan forum formal literasi yang dapat melibatkan seluruh guru, siswa, dan dilakukan secara mandiri, bertempat di sekolah tersebut. Inisiatif semacam ini sangat penting mengingat forum-forum literasi sangat jarang. Jika pun ada, daya tampungnya terbatas dan berlangsung di lokasi yang jauh dari sekolah.
Literasi dan numeurasi pada rapor pendidikan memang tidak ada dalam pembelajaran di kelas yang diampu oleh guru. Skor atau poin penilaian literasi diambil di luar materi pelajaran tersebut. Hal ini kemudian menimbulkan persoalan mengenai siapakah yang bertanggung jawab terhadap literasi di sekolah. Namun dengan adanya sistem penilaian rapor literasi seperti itu, maka ini menjadi tantangan bagi sekolah untuk mengubah pandangan bahwa gerakan literasi di sekolah atau pembangunan budaya literasi, bukanlah menjadi tanggung jawab salah satu mata pelajaran, yang biasanya adalah pelajaran bahasa Indonesia.
Hal ini ditegaskan di dalam workshop literasi dan numeurasi bagi guru SMPN 1 Selemadeg Timur; bahwa literasi di sekolah ini adalah tanggung jawab seluruh seluruh pegawai dan tentu saja seluruh siswa. Karena itu, lewat workhsop ini dibangun pemahaman baru bahwa tanggung jawab literasi di sekolah ini ada pada seluruh guru dan seluruh mata pelajaran. Atas dasar itu, maka pokok persoalan yang dibahas di dalam workshop ini adalah melakukan integrasi literasi dalam pembelajaran. Hal ini mengharuskan semua guru membuat modul literasi sesuai dengan kurikulum merdeka yang mana akan diterapkan secara terjadwal dalam pembelajaran yang dilaksanakan. Dengan demikian, seluruh siswa akan mengalami literasi yang terintegrasi dengan pembelajaran dan menyatu dengan waktu pelajaran tersebut. Materi literasi diharapkan relevan dengan materi yang dipelajari.
Mengintegrasikan literasi dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui beberapa prinsip. Pertama, pembelajaran itu harus memberi peluang kepada siswa untuk mengalami kegiatan literasi yang paling pokok yaitu membaca. Dalam integrasi literasi ini siswa dibiasakan membaca bacaan-bacaan yang telah disiapkan oleh guru dengan berbagai pertimbangan.
Kedua, guru harus menyiapkan materi literasi berupa bacaan, video, grafis, atau berbagai bentuk teks lainnya yang relevan dengan materi pelajaran pada suatu tatap muka. Dalam penyiapan ini guru bisa memanfaatkan berbagai sumber yang ada di luar buku pokok atau buku pelajaran. Dengan demikian, literasi tidak mengulangi apa yang ada di dalam buku bacaan atau buku pelajaran. Hal ini memperkaya pembelajaran yang dialami oleh siswa.
Ketiga, dalam pemilihan materi literasi, guru dituntut untuk memiliki wawasan yang luas terhadap materi-materi yang mungkin dapat diambil dari beberapa sumber dan dalam hal ini biasanya guru diharapkan menggunakan secara maksimal sumber-sumber di internet atau sumber-sumber digital. Hal itu sejalan dengan perkembangan dunia serta maju pesatnya teknologi dan teknologi informasi.
Sebelum guru memilih materi literasi pada sumber-sumber digital maka guru terlebih dahulu harus membaca atau menyimak materi-materi tersebut, melakukan evaluasi sehingga materi itu bisa digunakan. Apakah seluruhnya dapat digunakan atau harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Keputusan-keputusan seputar ini penting dilakukan oleh guru.
Sehubungan dengan integrasi literasi ke dalam pembelajaran, guru dapat menggunakan beberapa prinsip sehingga sebuah materi bisa digunakan, yaitu materi-materi itu memiliki hubungan atau relevan dengan materi yang sedang dipelajari. Materi-materi ini tidak harus berhubungan secara ketat dengan materi pelajaran tetapi sangat baik jika materi literasi yang diintegrasikan dapat memperkaya wawasan siswa, Artinya lewat materi literasi siswa mendapat pengayaan wawasan atau mendapat informasi-informasi baru yang ada kaitannya dengan materi yang sedang dipelajari. Dengan demikian, literasi yang terintegrasi sejatinya dapat mendukung pembelajaran.
Hal ini menjadi suatu terobosan bagi guru SMPN 1 Selamadeg Timur bahwa melakukan gerakan literasi itu adalah kegiatan yang terintegrasi atau menyatu dengan pembelajaran sehari-hari dan dapat dilakukan oleh seluruh guru dan terkait dengan seluruh mata pelajaran. Gerakan literasi yang formal dan konvensional tidak lagi dapat dilakukan atau sudah bisa ditinggalkan. Dengan demikian, model pelaksanaan gerakan literasi terintegrasi adalah gerakan literasi yang sangat inovatif dalam merespons rapor pendidikan serta di tengah stagnasinya gerakan literasi sekolah.
Melalui workshop ini dan melalui tindak lanjut setelah workshop, guru akan melakukan gerakan literasi secara masif dan berkelanjutan lewat mengintegrasikan literasi ke dalam pembelajarannya serta dilakukan secara berkesinambungan. SMPN 1 Selemadeg Timur telah menapaki tingkat inovasi yang tinggi dalam GLS.
Tidak hanya itu, menjadi hal yang jauh lebih menarik di sekolah ini adalah bagaimana guru guru telah mengembangkan dan mempraktikkan literasi digital sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan siswa dan guru. Ketika banyak sekali tersedia platform pembelajaran daring dan bahkan ada platform-platform pembelajaran yang disediakan oleh pemerintah daerah, ternyata banyak di antara platform itu yang dipandang tidak memadai sesuai dengan kebutuhan siswa dan guru di sekolah ini.
Atas inisiatif beberapa orang guru, yang dikomandoi oleh I Gede Sutha Wijaya, S.TP, S.Pd. dan Ni Putu Melani Chandra, S.Kom., merancang platform pembelajaran sendiri. Ini ternyata sudah mampu memenuhi kebutuhan guru dalam pembelajaran dan juga dalam pelaksanaan asesmen serta dalam administrasi lainnya. Sekolah ini telah memiliki platfrom pembelajaran digital sendiri dengan membentuk sistem e-learning yang sejalan dengan kebutuhan siswa dan semua guru telah mengakrabi dan menggunakannya.
Karena itu, di sekolah ini literasi digital bukan lagi wacana dan sesuatu yang jauh di masa mendatang tetapi di sini literasi digital telah dipraktikkan. Praktik-praktik literasi digital ini tentu saja tidak terlepas dari inisiatif guru dan wawasan mereka yang kaya selama di luar negeri dan waawasan-wawasan keilmuan mereka. Kebetulan di sekolah ini beberapa guru memiliki memiliki pengalaman yang sangat luas dan itu menjadi peluang sehingga memungkinkan dikembangkannya e-learning sendiri sebagai wujud praktik literasi digital dalam rangka membangun kecakapan hidup sebagai tujuan dasar dari literasi manusia.
Inisiatif dan wawasan tentu saja didukung sepenuhnya oleh seluruh siswa, komite, kepala sekolah, seluruh guru, sehingga terjadinya praktik literasi digital di SMPN 1 Selemadeg Timur adalah sebuah kenyataan. Jika masih memikirkan literasi digital sebagai teori literasi yang tinggi, dengan menyimak pengalaman berpraktik baik literasi digital di SMPN 1 Selemadeg Timur, pesan pentingnya adalah bahwa literasi digital telah menjadi kecakapan hidup dan bukan lagi teori-teori dalam bimtek literasi.
Literasi digital seharusnya memberikan kemudahan siswa dan guru dalam mendukung kehidupan sekolah, pembelajaran pendidikan dalam arti luas, administrasi yang berlangsung di sekolah di era digital. Karena dengan itulah sekolah tidak tertinggal jauh dari perkembangan digitalisme dan disrupsi.
Pelajaran penting dari workshop literasi dan numerasi di SMPN 1 Selemadeg Timur yang dilakukan selama satu minggu. Dua hari tatap muka, terdiri atas dua jenis kegiatan. Pada saat hari pertama diberikan pembekalan penyamaan persepsi lalu dilanjutkan dengan kerja mandiri selama lima hari menyusun, perangkat pembelajaran literasi dengan menggunakan kurikulum merdeka dalam berbagai tahap pengintegrasian literasi dalam pembelajaran. Hari terakhir diisi dengan kegiatan satu hari presentasi oleh para peserta (guru) dan evaluasi hasil kerja mandiri. Dengan demikian, di sekolah inilah sejatinya literasi digital menjadi kecakapan hidup. Di sini literasi digital sudah dipraktikkan sesuai dengan kebutuhan sekolah. Tegasnya literasi digital bukan persoalan wacana dan teori literasi digital adalah pembudayaan kehidupan digitalistik untuk mendukung berbagai iktiar dalam pendidikan.
Gerakan literasi sekolah sejatinya tidak harus bergantung kepada euforia kegiatan literasi yang dikembangkan oleh pemerintah. Sejatinya juga itu hanya sementara atau temporer. Literasi bisa dilakukan secara mandiri dan evaluasinya ada pada rapor pendidikan. Dengan mengacu kepada salah satu aspek penilaian dalam rapor pendidikan, maka sekolah-sekolah diberi peluang dan tantangan.
Gerakan literasi sekolah membangun budaya literasi secara mandiri dan berkelanjutan. Salah satu indikator pencapaian pendidikan itu adalah lahirnya siswa siswa yang literat karena literasi telah dibentuk selama siswa tersebut mengikuti pendidikan dan itu dilakukan oleh guru-guru yang literat pula, sebagaimana guru-guru di SMPN 1 Selemadeg Timur yang sadar membangun literasi bersama dalam pembelajaran dengan cara mengintegrasikan literasi sehingga bunga-bunga gerakan literasi seperti membaca 15 menit atau pojok baca adalah sesuatu yang telah ketinggalan zaman.
Catatan lain yang sangat penting dalam tulisan ini adalah literasi digital telah diterapkan untuk mendukung berbagai kebutuhan baru dalam pembelajaran di sekolah ini. Di sini literasi digital adalah kenyataan sehari-hari sehingga sekolah tidak terasing dari perkembangan digitalisme yang sangat cepat.
- Penulis merupakan dosen di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja, pendiri Komunitas Desa Belajar Bali di Desa Batungsel, Tabanan, serta penggerak gerakan literasi akar rumpput.
- Foto: istimewa
- Penyunting: I Made Sujaya