Menu

Mode Gelap
Menghapus Garis Demarkasi Kolonial: Catatan Pertunjukan Arja Mahasiswa Bahasa Bali Undiksha Kebun Jagung di Beranda Kelas: Catatan dari Pelatihan Menulis bagi Guru dan Siswa SMKN 1 Petang Digelar 23-25 Juli 2024, Rare Bali Festival Usung Tema “Tribute to Made Taro” Mengenang Kembali Dedikasi Maestro I Gusti Nyoman Lempad Integrasi Literasi dalam Pembelajaran dan Digital Kultur: Workshop Literasi-Numerasi SMPN 1 Selemadeg Timur

Bali Jani · 9 Nov 2022 08:17 WITA ·

Hari Ini Nyepi Segara di Kusamba, Begini Sejarah, Makna, dan Fungsinya


					Iring-iringan peed krama mundut Jero Gede serta sarana upakara lainnya yang dipersembahkan dalam upacara ngusaba segara lan ngusaba nini di Pura Segara Desa Adat Kusamba, Selasa, 8 November 2022. Perbesar

Iring-iringan peed krama mundut Jero Gede serta sarana upakara lainnya yang dipersembahkan dalam upacara ngusaba segara lan ngusaba nini di Pura Segara Desa Adat Kusamba, Selasa, 8 November 2022.

Hari ini, Rabu, 9 November 2022, Pantai Kusamba benar-benar sepi. Sejak pukul 06.00 hingga 18.00 wita, tak ada aktivitas nelayan melaut, petani garam mengolah pasir, maupun buruh-buruh angkut barang di pelabuhan penyeberangan di sepanjang Pantai Kusamba. Krama Desa Adat Kusamba yang umumnya nelayan maupun beraktivitas di bidang perikanan laut sedang melaksanakan tradisi nyepi segara (menyepikan laut).

Tradisi nyepi segara merupakan bagian dari upacara ngusaba segara lan ngusaba nini di Pura Segara Desa Adat Kusamba. Puncak upacara ngusaba segara lan ngusaba nini dilaksanakan bertepatan dengan Purnama Kalima yang kali ini jatuh pada Selasa, 8 November 2022. Tradisi nyepi segara dilaksanakan sehari setelah puncak upacara ngusaba segara lan ngusaba nini, yakni Rabu, 9 November 2022.

Krama yang melanggar akan dikenai sanksi adat. Namun, tak pernah ada yang berani melanggar tradisi nyepi segara ini. Bahkan, masyarakat dari luar Kusamba juga menghormati tradisi ini dengan tidak melintas di perairan Kusamba. Tak ketinggalan juga warga muslim Kampung Kusamba yang pemukimannya berada di antara wilayah Desa Adat Kusamba juga turut menghormati tradisi ini.

“Meski tradisi ini sudah rutin kami laksanakan dan masyarakat di kawasan Klungkung sudah tahu, kami tetap mengirim surat permakluman kepada instansi terkait maupun masyarakat luas. Kami memohon doa dan dukungan agar tradisi ini berjalan lancar dan aman,” kata Ketua Panitia Upacara, I Nengah Sumarnaya.

Krama istri Desa Adat Kusamba mundut sarana upacara ngusaba.

Tradisi Lisan

Tidak diketahui secara pasti sejak kapan tradisi nyepi segara maupun ngusaba segara ini mulai dilaksanakan krama Desa Adat Kusamba. “Kami belum menemukan prasasti maupun lontar yang mencatat tradisi nyepi segara maupun ngusaba segara di Desa Adat Kusamba,” kata Bendesa Desa Adat Kusamba, AA Gde Raka Swastika.

Namun, beber Raka Swastika, masyarakat adat Kusamba sudah nami atau mewarisi tradisi ini sejak lama. Para panglingsir di desa pun menuturkan sudah menerima begitu saja tradisi tersebut dari para tetua. Tradisi ini diwariskan secara lisan dan turun-temurun.

Kendati begitu, krama Desa Adat Kusamba sangat meyakini tradisi ini dan tidak pernah berani mengabaikannya. Menurut ingatan Raka Swastika, demikian juga penuturan para tetua, tradisi ini tidak pernah tidak diadakan. Apa pun situasinya, krama Desa Adat Kusamba tetap berusaha melaksanakan tradisi ini. Bahkan, saat pandemi Covid-19 dua tahun terakhir, tradisi ini tetap dilaksanakan dengan pembatasan.

“Cerita yang saya dengar, dulu hanya pernah terjadi, upacara ngusaba segara tidak dilaksanakan selama 11 hari sebagaimana tradisi yang sudah berlangsung. Namun, hanya dilaksanakan selama empat hari. Setelah upacara itu, terjadilah berbagai musibah di Desa Adat Kusamba. Sejak saat itu, krama Desa Adat Kusamba tetap melaksanakan upacara ngusaba segara selama 11 hari,” kata Raka Swastika.

Krama lanang Desa Adat Kusamba juga ikut mundut wewantenan upacara ngusaba.

Rasa Syukur Saat Musim Panen

Awalnya, kata Raka Swastika, Desa Adat Kusamba hanya melaksanakan ngusaba segara. Hal ini tampaknya berkaitan dengan swagina (mata pencaharian) mayoritas masyarakat Kusamba yang merupakan nelayan dan Pura Segara sebagai pura sungsungan desa. Namun, setelah nglinggihang Ida Batari Sri di Pura Puseh-Bale Agung, atas petunjuk sulinggih dan diputuskan dalam paruman, Desa Adat Kusamba melaksanakan juga ngusaba nini. Hanya saja, upacara ini disatukan dengan ngusaba segara dan dipusatkan di Pura Segara.

“Ini semacam upaya membangun keharmonisan antara tradisi maritim pada ngusaba segara dan tradisi agraris yang direpresentasikan oleh ngusaba nini. Nyatanya, masyarakat Kusamba memang hidup dalam dua tradisi ini,” kata Raka Swastika.

Upacara ngusaba segara lan ngusaba nini merupakan wujud ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasi Ida Batara Baruna sebagai penguasa lautan dan Ida Batari Sri sebagai penguasa pertanian yang telah melimpahkan anugerah kesejahteraan dan kebahagiaan kepada krama Desa Adat Kusamba. Hal itu ditandai dengan sarana upakara yang digunakan yang merepresentasikan hasil panen, baik segala hasil bumi maupun hasil laut. Salah satu sarana upakara yang khas dalam upacara ngusaba segara, yakni Jero Gede, yang berupa buah nangka ukuran besar diselimuti kain hitam. Yang menarik, hasil laut disimbolisasikan sebagai sanganan (jajan) berbentuk berbagai jenis ikan.

Sebagaimana lazimnya dalam kepercayaan masyarakat Hindu Bali, ngusaba sebagai ritus ungkapan syukur dan terima kasih atas karunia panen yang melimpah. Karena itu, ngusaba biasanya digelar saat musim panen. Bagi masyarakat Kusamba, Purnama Kalima merupakan masa-masa musim panen.

“Dulu memang seperti itu. Setiap kali Sasih Kapat dan Kalima, panen ikan laut akan melimpah. Bahkan, saat krama mulai ngayah mempersiapkan upacara ngusaba, di perairan Kusamba bisa terlihat banyak lumba-lumba beriringan. Itu pertanda Ida Batara sueca (memberikan anugerah)” kata salah seorang krama Desa Adat Kusamba, Jro Mangku I Wayan Sinah.

Kini, musim panen ikan laut tak lagi seperti dulu. Meski sudah memasuki Sasih Kalima, hasil tangkapan nelayan kerap kali minim. “Ini disebabkan oleh banyak faktor. Secara nyata kita lihat memang ada perubahan iklim yang berdampak pada perubahan musim, termasuk musim panen,” kata Raka Swastika.

Ida Pedanda Gde Putra Tembau muput upacara ngusaba segara lan ngusaba nini Desa Adat Kusamba, 8 November 2022.

Empat Fungsi

Meski begitu, krama Desa Adat Kusamba tak luntur keyakinannya pada upacara ngusaba segara. Upacara tahunan ini tetap dilaksanakan dengan kesadaran dan keyakinan yang penuh. Mereka tetap mempersembahkan rasa baktinya kepada Sang Pencipta atas karunia segala hasil laut yang masih bisa dinikmati krama Desa Adat Kusamba hingga memberi mereka kesejahteraan. Senyatanya, hingga kini kegiatan perikanan masih menjadi andalan warga Kusamba.

Bagi masyarakat adat Kusamba, imbuh Raka Swastika, upacara ngusaba segara yang disertai nyepi segara setidaknya memiliki empat fungsi menonjol. Pertama, fungsi religius, yakni wahana menguatkan dan meningkatkan sradha dan bhakti krama Desa Adat Kusamba terhadap Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam prabawa-Nya sebagai penguasa laut yang telah memberikan karunia melimpah selama ini demi kesejahteraan krama. Kedua, fungsi budaya, yakni melestarikan nilai-nilai dan budaya lokal, khususnya budaya maritim dan agraris yang dibalut nilai-nilai religiusitas di kalangan masyarakat Desa Adat Kusamba. Ketiga, fungsi sosial, yaitu upacara ini merekatkan kebersamaan dan kekeluargaan di antara krama desa karena upacara ini dilaksanakan secara bergotong-royong dalam semangat gilik saguluk, salunglung sabayantaka, para sparo sarpana ya. Keempat, fungsi ekonomi, upacara ini mendorong perputaran ekonomi berbasis budaya di kalangan masyarakat adat Kusamba.

Sekaa gong dalam peed ngusaba segara lan ngusaba nini Desa Adat Kusamba, 8 November 2022.

Peed Empat Hari Berturut-turut

Upacara ngusaba segara lan ngusaba nini Desa Adat Kusamba kali ini dilaksanakan selama 11 hari, sejak 8—19 November 2022. Wakil Ketua Panitia Upacara yang juga Bhaga Parahyangan Desa Adat Kusamba, AA Sarwa Damana menjelaskan eedan (rangkaian) upacara sudah dimulai pada 23 Oktober 2022 dengan upacara matur piuning di Pura Kahyangan Tiga dan Pura Segara. Untuk mempersiapkan sarana upacara dan upakara, krama desa ngayah secara bergiliran.

Rangkaian upacara ngusaba segara lan ngusaba nini Desa Adat Kusamba diisi dengan peed krama desa mundut sarana upakara dari genah nyuci di Pura Puseh-Bale Agung menuju Pura Segara sepanjang 1,5 km. Tradisi mapeed,  dilaksanakan selama empat hari berturut-turut, 8-11 November 2022, yakni hari panganteg (puncak upacara), umanis (sehari setelah puncak upacara), pahing (dua hari setelah puncak upacara) dan panglemek (tiga hari setelah puncak upacara). Mapeed berupa iring-iringan krama, baik lanang (laki-laki) maupun istri (perempuan) mundut jauman (sesaji).

Krama Desa Adat Kusamba selalu antusias mengikuti tradisi ini. Umumnya berharap agar upacara ini membuat hasil laut makin melimpah dan berdampak pada kesejahteraan warga. Upacara di-puput Ida Pedanda Gde Putra Tembau dari Gria Aan, Klungkung.

  • Laporan: I Made Sujaya 
  • Penyunting: I Ketut Jagra
Artikel ini telah dibaca 221 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Digelar 23-25 Juli 2024, Rare Bali Festival Usung Tema “Tribute to Made Taro”

27 Juni 2024 - 22:23 WITA

Mengenang Kembali Dedikasi Maestro I Gusti Nyoman Lempad

27 Juni 2024 - 21:18 WITA

Tunduk Pada Pararem, LPD Kedonganan Terapkan Laporan Keuangan Adat

26 Februari 2024 - 15:18 WITA

Bebantenan, Cara Manusia Bali Menjaga Alam Semesta

23 Februari 2024 - 23:22 WITA

SMAN 1 Ubud dan SMAN 2 Semarapura Juarai Lomba Bulan Bahasa Bali di UPMI Bali

17 Februari 2024 - 18:57 WITA

Bulan Bahasa Bali VI Jalan Terus, Tapi di Hari Coblosan “Prai” Sejenak

2 Januari 2024 - 22:14 WITA

Trending di Bali Jani