Menu

Mode Gelap
50 Pengabdi Seni dan Budaya Desa Peliatan Dianugerahi Abisatya Sani Nugraha Meningkatkan Martabat Pendidikan Pertanian di Tengah Dominasi Pariwisata Begini Kronologi Perang Puputan Margarana, 20 November 1946 Tanaman Cabai di Beranda Ruang Kelas: Catatan Harian dari SMKN 1 Petang Cemerlang SMA Paris di Usia 40 Tahun

Bali Tradisi · 2 Des 2007 04:13 WITA ·

Warga Tenganan Sucikan Kerbau


					Warga Tenganan Sucikan Kerbau Perbesar

Teks dan Foto: I Made Sujaya

Anda pernah berkunjung ke Desa Tenganan Pagringsingan, Kabupaten Karangasem, Bali? Jika Anda berjalan-jalan di pekarangan desa Bali Aga itu, Anda tak cuma menjumpai rumah-rumah penduduknya yang tertata rapi sekaligus unik, juga kerbau yang bebas berkeliaran. Hewan mamalia ini begitu leluasa ngelincak di pekarangan desa. Kecuali bila masuk ke pekarangan rumah atau merusak pekarangan desa, warga jarang sekali menghalaunya.

“Kerbau memang digolongkan sebagai hewan suci di sini,” tutur penglingsir (tokoh tua) Desa Adat Tenganan Pegringsingan, I Nyoman Nuja.

Menurut keyakinan warga di desa ini, sudah ada yang ngangonang (mnggembalakan) hewan-hewan suci ini. Karenanya warga tak boleh memeliharanya lagi, tak perlu mencarikannya makanan. Mirip seperti perlakuan istimewa yang diberikan warga India terhadap sapi atau pun lembu putih di Desa Taro, Gianyar.


Meski begitu, untuk keperluan upacara, kerbau-kerbau itu boleh untuk dipotong. Namun, sebelumnya mesti mohon izin di Pura Kandang. Pura ini terletak di ujung Utara desa. Kerbau yang bakal disembelih itu pun ikut dibawa ke pura ini.

Dulu, pernah juga ada aturan tidak boleh memelihara kambing. Nuja menduga, bila warga diizinkan memelihara kambing, kerbau-kerbau itu akan kehabisan makanan. Sementara hewan-hewan suci itu tidak dicarikan makan oleh desa, tetapi dibiarkan mencari makan sendiri.

“Kalau memelihara babi, hampir setiap warga melakoninya Karena ini ada kaitannya dalam tiap upacara,” kata Nuja.

Uniknya, warga tiada diperkenankan menggembalakan hewan-hewan piaraannya di pekarangan desa. Menurut Penglingsir Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang lain, Jro Mangku Widia, bila warga melanggar desa akan mengenakan denda. Bila hewan yang digembalakan itu merusak tanaman, bila berupa babi dikenakan denda 1 kilogram bers per ekor, sedangkan bila hewan yang digembalakan sapi, didenda 2,5 kilogram beras per ekor.

Dalam awig-awig Desa Tenganan Pegringsingan juga dilarang warganya yang menjual daging hewan yang sudah mati. Begitu juga menyembelih bangkung (babi betina yang sudah pernah beranak). Apabila ada yang melanggar patut didenda 10.000 kepeng dan dibayar tiap bulan dalam jangka waktu tiga bulan. (b.)

http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI
Artikel ini telah dibaca 130 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Ini Kegiatan Penutup Brata Siwaratri yang Sering Dilupakan

23 Januari 2020 - 12:42 WITA

Nyepi Segara, Ucap Syukur Atas Karunia Dewa Baruna

26 Oktober 2018 - 15:06 WITA

Ngusaba Nini, Krama Desa Pakraman Kusamba “Mapeed” Empat Hari

25 Oktober 2018 - 15:03 WITA

“Pamendeman” Ratu Bagus Tutup Puncak “Karya Mamungkah” Pura Puseh-Bale Agung Kusamba

4 April 2018 - 10:18 WITA

“Purnama Kadasa”, Petani Tista Buleleng “Nyepi Abian”

31 Maret 2018 - 14:39 WITA

Cerminan Rasa Cemas Bernama Ogoh-ogoh

14 Maret 2018 - 19:12 WITA

Trending di Bali Tradisi