Teks dan Foto: I Made Sujaya
Anda pernah berkunjung ke Desa Tenganan Pagringsingan, Kabupaten Karangasem, Bali? Jika Anda berjalan-jalan di pekarangan desa Bali Aga itu, Anda tak cuma menjumpai rumah-rumah penduduknya yang tertata rapi sekaligus unik, juga kerbau yang bebas berkeliaran. Hewan mamalia ini begitu leluasa ngelincak di pekarangan desa. Kecuali bila masuk ke pekarangan rumah atau merusak pekarangan desa, warga jarang sekali menghalaunya.
“Kerbau memang digolongkan sebagai hewan suci di sini,” tutur penglingsir (tokoh tua) Desa Adat Tenganan Pegringsingan, I Nyoman Nuja.
Menurut keyakinan warga di desa ini, sudah ada yang ngangonang (mnggembalakan) hewan-hewan suci ini. Karenanya warga tak boleh memeliharanya lagi, tak perlu mencarikannya makanan. Mirip seperti perlakuan istimewa yang diberikan warga India terhadap sapi atau pun lembu putih di Desa Taro, Gianyar.
“Kerbau memang digolongkan sebagai hewan suci di sini,” tutur penglingsir (tokoh tua) Desa Adat Tenganan Pegringsingan, I Nyoman Nuja.
Menurut keyakinan warga di desa ini, sudah ada yang ngangonang (mnggembalakan) hewan-hewan suci ini. Karenanya warga tak boleh memeliharanya lagi, tak perlu mencarikannya makanan. Mirip seperti perlakuan istimewa yang diberikan warga India terhadap sapi atau pun lembu putih di Desa Taro, Gianyar.
Meski begitu, untuk keperluan upacara, kerbau-kerbau itu boleh untuk dipotong. Namun, sebelumnya mesti mohon izin di Pura Kandang. Pura ini terletak di ujung Utara desa. Kerbau yang bakal disembelih itu pun ikut dibawa ke pura ini.
Dulu, pernah juga ada aturan tidak boleh memelihara kambing. Nuja menduga, bila warga diizinkan memelihara kambing, kerbau-kerbau itu akan kehabisan makanan. Sementara hewan-hewan suci itu tidak dicarikan makan oleh desa, tetapi dibiarkan mencari makan sendiri.
“Kalau memelihara babi, hampir setiap warga melakoninya Karena ini ada kaitannya dalam tiap upacara,” kata Nuja.
Uniknya, warga tiada diperkenankan menggembalakan hewan-hewan piaraannya di pekarangan desa. Menurut Penglingsir Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang lain, Jro Mangku Widia, bila warga melanggar desa akan mengenakan denda. Bila hewan yang digembalakan itu merusak tanaman, bila berupa babi dikenakan denda 1 kilogram bers per ekor, sedangkan bila hewan yang digembalakan sapi, didenda 2,5 kilogram beras per ekor.
Dalam awig-awig Desa Tenganan Pegringsingan juga dilarang warganya yang menjual daging hewan yang sudah mati. Begitu juga menyembelih bangkung (babi betina yang sudah pernah beranak). Apabila ada yang melanggar patut didenda 10.000 kepeng dan dibayar tiap bulan dalam jangka waktu tiga bulan. (b.)
Dulu, pernah juga ada aturan tidak boleh memelihara kambing. Nuja menduga, bila warga diizinkan memelihara kambing, kerbau-kerbau itu akan kehabisan makanan. Sementara hewan-hewan suci itu tidak dicarikan makan oleh desa, tetapi dibiarkan mencari makan sendiri.
“Kalau memelihara babi, hampir setiap warga melakoninya Karena ini ada kaitannya dalam tiap upacara,” kata Nuja.
Uniknya, warga tiada diperkenankan menggembalakan hewan-hewan piaraannya di pekarangan desa. Menurut Penglingsir Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang lain, Jro Mangku Widia, bila warga melanggar desa akan mengenakan denda. Bila hewan yang digembalakan itu merusak tanaman, bila berupa babi dikenakan denda 1 kilogram bers per ekor, sedangkan bila hewan yang digembalakan sapi, didenda 2,5 kilogram beras per ekor.
Dalam awig-awig Desa Tenganan Pegringsingan juga dilarang warganya yang menjual daging hewan yang sudah mati. Begitu juga menyembelih bangkung (babi betina yang sudah pernah beranak). Apabila ada yang melanggar patut didenda 10.000 kepeng dan dibayar tiap bulan dalam jangka waktu tiga bulan. (b.)
http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI