Selain tradisi mapeed, upacara ngusaba nini di Desa Pakraman Kusamba, Kecamatan Dawan, Klungkung juga diikuti dengan tradisi nyepi segara. Tradisi ini dilaksanakan sehari setelah puncak upacara, yakni Kamis (25/10).
Sepanjang hari, sejak pukul 06.00 hingga pukul 18.00, pantai yang selalu sibuk dengan aktivitas masyarakat pesisir itu dihentikan sementara. Seluruh nelayan libur selama sehari. Pada saat bersamaan juga digelar paruman agung desa di wantilan Pura Segara.
Kawasan yang disterilkan untuk pelaksanaan Nyepi Segara tentu saja sebatas Pantai Kusamba. Biasanya, pada kedua batas pantai itu dipancangkan penjor.
Bendesa Desa Pakraman Kusamba, AA Raka Swastika menjelaskan Ngusaba Nini di Pura Segara Kusamba sejatinya sebagai ungkapan syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawa-nya sebagai Batara Segara (Baruna) dan Batari Sri Nini (Dewi Sri) atas karunia melimpah sepanjang tahun sebelumnya. “Kenapa dilaksanakan di Pura Segara karena di Kusamba banyak krama hidup dari laut. Kami di Kusamba tidak melaksanakan pangusaban di Pura Desa,” kata Raka Swastika.
Tradisi nyepi segara yang dilaksanakan pada hariumanis atau hari kedua setelah puncak Ngusaba Nini merupakan bentuk rasa syukur dan terima kasih krama atas segala berkah dan kesejahteraan yang telah diberikan Ida Batara Baruna sebagai manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam kekuatan penguasa laut. Dengan menyepikannya, diharapkan laut bisa kembali menuju titik keseimbangannya. Saat itulah warga merenung, introspeksi sejauh mana telah meminta kepada Batara Baruna sebagai penguasa lautan.
“Secara tradisi, nyepi segara dipahami sebagai jeda untuk memberikan kesempatan kepada Ida Batara Baruna nyomya aturan pakelemyang dipersembahkan pada puncak Ngusaba Nini. Ini sekaligus memberi ruang bagi krama yang menggantungkan hidupnya di laut untuk mulat sarira,” jelas Raka Swastika.
Tradisi Nyepi Segara boleh jadi sebagai pembelajaran para tetua dulu agar manusia tidak hanya mengeruk kekayaan laut. Upacara ngaturang pakelem yang diikuti penyepian segaramerupakan ritual simbolik yang mengingatkan agar manusia juga mengembalikan keharmonisan ekosistem laut. Hanya dalam sepi, dalam hening, dalam tenang manusia bisa merenung, menelisik diri betapa eksploitasi berlebihan bisa merusak ekosistem.
Tak jelas kapan sejatinya tradisi ini bermula. Para tetua di Desa Kusamba menuturkan tradisi ini sudah diwarisi sejak lama.
Yang jelas, masyarakat Klungkung khususnya sudah mengetahui pelaksanaan tradisi Nyepi Segara ini, terlebih lagi para nelayan dari Nusa Penida, Pengalon dan sekitarnya. Bila Nyepi Segara tiba, nelayan-nelayan luar itu tak akan berani melaut di sepanjang wilayah Desa Kusamba.
Kendati begitu, prajuru Desa Pakraman Kusamba tetap saja menyampaikan pemberitahuan kepada khayalak umum mengenai pelaksanaan tradisi ini. Pun, desa mengerahkan pacalang untuk berjaga-jaga di sepanjang areal penyepian. (b.)
http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI