Oleh I Wayan Yudana
Pendidikan pertanian pernah menjadi salah satu pilar penting dalam dunia pendidikan Indonesia beberapa tahun yang lalu. Setidaknya, melalui Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) zaman dahulu telah banyak dilahirkan tenaga terampil di bidang agribisnis dan agriteknologi. Alumninya banyak mengisi formasi sebagai petugas penyuluh lapangan (PPL) Pertanian yang bertugas membimbing dan mendampingi petani sampai ke pelosok negeri.
Namun seiring berjalannya waktu, perhatian terhadap pendidikan ini mulai surut, terutama setelah penutupan SPMA beberapa dekade lalu. SPMA hanyalah kenangan di masa lalu. Kini, meski pendidikan pertanian masih tersedia dalam bentuk program keahlian di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau perguruan tinggi, peminatnya sangat terbatas. Kondisi ini menjadi sangat ironis, mengingat sektor pertanian tetap menjadi kebutuhan dasar dan peluang kerja yang menjanjikan, bahkan di tengah dominasi pariwisata.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya minat terhadap pendidikan pertanian. Pertama, adanya stigma bahwa pekerjaan di sektor pertanian tidak prestisius dan kurang menjanjikan dibandingkan profesi lain. Kedua, perubahan pola pikir generasi muda yang lebih tertarik pada pekerjaan di sektor jasa atau digital yang dianggap lebih modern. Ketiga, kurangnya promosi dan dukungan dari pemerintah maupun pihak terkait untuk meningkatkan daya tarik pendidikan ini.
Pendidikan pertanian juga sering terpinggirkan oleh kebijakan yang lebih berorientasi pada sektor lain, seperti pariwisata, yang dianggap sebagai motor penggerak ekonomi. Padahal, pariwisata dan pertanian memiliki hubungan yang erat, terutama dalam konsep wisata kuliner, agrowisata, dan keberlanjutan lingkungan.
Sektor pariwisata sebenarnya memberikan peluang besar bagi lulusan pendidikan pertanian. Hotel, restoran, dan kafe (horeka) sangat membutuhkan pasokan produk pertanian berkualitas untuk memenuhi kebutuhan konsumsi wisatawan. Selain itu, tren wisata berbasis alam dan budaya, seperti agrowisata, semakin diminati. Wisata ini membutuhkan tenaga ahli yang mampu mengelola lahan pertanian, mempromosikan produk lokal, dan memberikan edukasi kepada wisatawan.
Peluang lain adalah pengembangan produk olahan hasil pertanian, seperti makanan organik, minuman herbal, atau kerajinan berbasis hasil tani, yang bisa menjadi daya tarik tambahan dalam industri pariwisata. Lulusan pendidikan pertanian dapat berperan sebagai inovator yang menghubungkan sektor pertanian dengan kebutuhan pariwisata.
Untuk meningkatkan martabat pendidikan pertanian, diperlukan langkah-langkah strategis, di antaranya melalui rebranding pendidikan pertanian. Pendidikan pertanian harus dikemas ulang dengan citra yang lebih modern dan relevan. Contohnya, memasukkan teknologi digital dan konsep smart farming dalam kurikulum sehingga siswa memahami teknologi untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Selain itu, diperlukan kolaborasi dengan industri pariwisata. Kemitraan antara institusi pendidikan pertanian dengan sektor pariwisata perlu diperkuat. Program magang di hotel, restoran, atau destinasi wisata yang membutuhkan produk pertanian dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa.
Dalam kerangka memajukan pendidikan pertanian, diperlukan promosi dan kampanye yang mampu meyakinkan masyarakat. pemerintah dan institusi pendidikan perlu aktif mempromosikan prospek karier di bidang pertanian. Kampanye yang mengangkat tokoh sukses dari sektor pertanian dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda.
Untuk memajukan pendidikan pertanian, insentif bagi siswa dan lulusan tampaknya akan menjadi solusi positif dan memikat. Pemberian insentif, seperti beasiswa untuk siswa pendidikan pertanian atau jaminan pasar bagi lulusan, dapat meningkatkan minat terhadap pendidikan ini.
Upaya lain yang tidak kalah perlunya adalah dengan mengembangkan agrowisata. Sekolah-sekolah pertanian dapat menjadikan lingkungan sekolahnya sebagai pusat agrowisata. Di dalamnya, siswa tidak hanya belajar bercocok tanam tetapi juga mempraktikkan pengelolaan wisata berbasis pertanian.
Berdasarkan uraian di atas, disadari atau tidak, ternyata pendidikan pertanian memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Kontribusi ini terutama akan sangat dirasakan di daerah dengan sektor pariwisata yang sedang berke
mbang pesat, seperti Bali. Dengan memberikan perhatian lebih dan memanfaatkan peluang yang ada, pendidikan pertanian tidak hanya dapat meningkatkan martabatnya sendiri tetapi juga membantu menciptakan harmoni antara pertanian dan pariwisata. Pada akhirnya, keberlanjutan kedua sektor ini akan menjadi kunci bagi masa depan yang lebih sejahtera dan berkelanjutan.
- Penulis, Kepala SMK Negeri 1 Petang
- Editor: I Made Sujaya