Oleh I Wayan Yudana
Indonesia, khususnya Bali, dikenal dengan kekayaan alam dan budaya pertaniannya. Namun, saat ini, sektor pertanian menghadapi tantangan serius. Generasi muda semakin menjauh dari dunia pertanian. Subak-subak, sistem irigasi tradisional yang telah lama menjadi simbol kehidupan petani Bali, kian berkurang. Alih fungsi lahan dan pembangunan infrastruktur yang tidak terkendali mempersempit ruang gerak para petani. Di tengah arus modernisasi, pertanian seolah tersisihkan.
Fenomena ini tentu boleh jadi menimbulkan rasa prihatin yang mendalam. Bagaimana kita bisa membangun masa depan pertanian jika generasi muda tidak lagi tertarik? Menyadari tantangan ini, SMKN 1 Petang, yang memiliki jurusan Agribisnis dan Agriteknologi, harus berinovasi. Inovasi ini dimulai dari hal sederhana: beranda ruang kelas diubah menjadi kebun mini percontohan. Tanaman cabai, yang tampak sederhana, menjadi ikon baru di lingkungan sekolah.
Beranda ini bukan sekadar tempat bercocok tanam. Ini adalah simbol perjuangan. Sebuah tempat di mana siswa belajar bahwa meski kecil, usaha yang konsisten dapat membawa hasil yang besar. Cabai-cabai yang tumbuh di beranda ini menjadi saksi bagaimana para siswa menghidupkan kembali semangat bertani. Dengan teknologi sederhana dan semangat yang besar, masih ada harapan dapat menarik minat para siswa dan masyarakat untuk kembali mencintai pertanian.
Tentu, tantangan membangun citra baru pertanian tidak mudah. Menarik minat generasi muda butuh lebih dari sekadar teori. Melalui kebun mini ini, ingin dibangun inspirasi baru di bidang pertanian. Pertanian bukan hanya tentang sawah yang luas dan alat-alat berat. Pertanian juga bisa dimulai dari ruang kecil, seperti beranda sekolah. Dari sinilah mulai dicoba dibangun brand baru untuk pertanian. Ingin pula ditunjukkan bahwa pertanian adalah pilihan yang layak dan penuh peluang.
Warga SMKN 1 Petang percaya bahwa pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas. Dengan memanfaatkan ruang sederhana di beranda kelas sebagai kebun cabai, tentu dapat memberi pelajaran hidup bagi siswa bahwa pertanian adalah sesuatu yang dapat mereka lakukan di mana saja, bahkan dalam ruang yang sempit. Ini adalah langkah kecil yang diyakini dapat membangkitkan kembali cinta pada pertanian di kalangan generasi muda. Harapannya, suatu hari, perjuangan ini akan memetik buahnya.
Cabai sebagai Simbol Perjuangan
Dalam dunia pertanian, pedasnya cabai tidak hanya menjadi cita rasa khas yang menggugah lidah, tetapi juga simbol dari kerasnya perjuangan para petani kita. Setiap gigitan cabai adalah jeritan hati yang mengingatkan kita pada kondisi pertanian yang semakin memprihatinkan. Dalam perkembangan zaman yang terus bergerak maju, sektor pertanian seakan tersisih, terlebih di Bali, di mana pariwisata telah menjadi primadona. Namun, di balik gemerlap dunia pariwisata, tersimpan kenyataan pahit yang dihadapi oleh para petani yang tetap gigih menanam dan merawat tanaman, walaupun subak-subak perlahan menghilang dan sawah-sawah kehilangan air akibat pembangunan infrastruktur yang tak terkendali.
Menghidupkan kembali minat generasi muda pada pertanian kini menjadi tantangan tersendiri, seperti tanaman cabai yang tumbuh di beranda ruang kelas SMKN 1 Petang. Pertanian dicoba dimulai dari langkah-langkah kecil, dengan harapan menarik perhatian dan menginspirasi para siswa untuk memahami nilai penting dari pertanian. Beranda ruang kelas ini telah menjadi kebun mini percontohan, tempat di mana siswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga merasakan langsung proses menanam, merawat, dan melihat hasil kerja keras mereka. Ini adalah refleksi dari betapa pertanian harus tetap dijaga dan dikembangkan, sekalipun terasa pedas, sulit, dan penuh tantangan.
Pedasnya cabai juga melambangkan tekad kuat pertanian yang tidak boleh padam. Walaupun Bali sering dipandang melalui lensa pariwisata, pertanian tidak boleh diabaikan. Tanpa pertanian, kita tidak akan pernah menikmati makanan di piring kita. Tidak ada pertanian, tidak ada masa depan, dan tidak ada kehidupan. Oleh karena itu, pertanian dan budaya Bali yang terjalin melalui sistem subak harus terus dipelihara dan dikembangkan. Subak, sebagai warisan budaya agraris Bali, bukan sekadar sistem irigasi, melainkan juga cerminan dari harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas. Ini adalah kekayaan yang harus dipelihara, bahkan bisa dijadikan pusat pelatihan pertanian bagi generasi penerus agar mereka tidak hanya memahami teknik bertani, tetapi juga menghargai warisan leluhur.
Pertanian, layaknya cabai, menyimpan kekuatan yang sering terabaikan. Di tengah segala kesulitan, pertanian harus terus berkembang. SMKN 1 Petang berusaha menumbuhkan bibit-bibit baru yang siap merasakan pahit manisnya dunia pertanian, demi masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Penambahan simbolisme ini memberikan kedalaman pada pesan yang ingin disampaikan tentang pentingnya mempertahankan dan mengembangkan pertanian di Bali, meski tantangannya besar.
Pedasnya cabai tidak hanya menggoyang lidah, tetapi juga menjadi lambang dari jeritan para petani dan dunia pertanian yang kian tersisih di tengah derasnya arus modernisasi. Bagi para petani, pedasnya cabai mencerminkan kerasnya perjuangan yang harus dilalui setiap hari. Jerih payah yang tak selalu terlihat di balik hiruk-pikuk pariwisata Bali. Subak-subak semakin berkurang, sawah-sawah kehilangan air karena pembangunan infrastruktur yang tak terkendali, dan generasi muda semakin menjauh dari pertanian. Di sinilah, pedasnya cabai menjadi simbol dari kondisi kritis yang dihadapi pertanian kita saat ini.
Namun demikian, di tengah kelesuan ini, seharusnya muncul harapan baru. Para pemimpin yang akan terlahir dari perhelatan Pilkada Bali mesti memasukkan pertanian sebagai salah satu program strategisnya. Diberikannya beasiswa bagi siswa (anak petani) kurang mampu diharapkan menjadi angin segar bagi dunia pendidikan. Program ini pasti dapat membuka pintu bagi generasi muda Bali untuk mendapatkan akses pendidikan yang layak, terlepas dari latar belakang ekonomi mereka. Ini adalah langkah penting yang memperlihatkan bahwa setiap anak Bali berhak mendapatkan kesempatan untuk mengejar impiannya. Hal ini membawa angin harapan bagi sektor pendidikan lainnya, termasuk bidang pertanian yang kerap dianggap sebelah mata.
Tidak mustahil jika program beasiswa serupa diberikan juga kepada siswa yang menempuh pendidikan di bidang pertanian, seperti di SMKN 1 Petang. Ini bukan soal meremehkan martabat pendidikan pertanian, tetapi justru memperkuat pijakan bahwa pertanian adalah pilar penting yang harus dijaga dan dikembangkan, sama halnya dengan pendidikan lainnya. Sebagai salah satu SMK yang fokus di bidang pertanian, SMKN 1 Petang memiliki peran besar dalam membentuk generasi petani yang tidak hanya tangguh di lapangan, tetapi juga cerdas dan inovatif dalam menghadapi tantangan masa depan.
Beranda ruang kelas di SMKN 1 Petang telah dijadikan kebun mini percontohan, sebuah langkah kecil namun signifikan untuk menarik minat para siswa dan masyarakat terhadap dunia pertanian. Di sini, siswa diajak untuk tidak hanya memahami teori, tetapi juga terlibat langsung dalam proses menanam dan merawat tanaman. Kebun ini menjadi ruang bagi mereka untuk mengeksplorasi potensi pertanian sekaligus menyadari bahwa pertanian bukan hanya soal masa lalu, tetapi juga masa depan. Cabai yang tumbuh di beranda ruang kelas adalah simbol perjuangan dan ketekunan, dan melalui pendidikan yang tepat, harapan ini dapat tumbuh subur.
Beasiswa bagi anak-anak petani, yang sering kali terkendala oleh keterbatasan finansial, akan membuka jalan bagi mereka untuk menempuh pendidikan pertanian dan menjadi agen perubahan di masa depan. Pendidikan tidak hanya membentuk individu, tetapi juga memperkuat komunitas, terutama dalam menjaga keberlanjutan sektor pertanian yang vital bagi kehidupan.
Selain hal di atas, untuk membangun kembali daya tarik pertanian, dapat dilakukan dengan memberikan insentif kepada para petani. Jaminan bahwa hasil panen mereka akan laku di pasar adalah jawaban utama. Insentif ini bisa berupa subsidi, jaminan harga panen, hingga kemudahan akses ke pasar yang lebih luas.
Bagi generasi muda, jaminan kesempatan kerja setelah lulus dari SMK bidang pertanian bisa menjadi daya tarik yang besar. Jika ada kepastian bahwa lulusan SMK Pertanian memiliki peluang yang jelas di dunia kerja, mereka akan lebih tertarik dan bersemangat untuk mendalami bidang ini. Kerja sama dengan sektor horeka (hotel, restoran, kafe) dalam merekrut lulusan SMK Pertanian menjadi salah satu kunci agar para siswa merasakan bahwa masa depan mereka terjamin.
Ini akan mendorong SMK, seperti SMKN 1 Petang untuk menjadi pusat keunggulan dalam mendidik para calon petani muda dengan keterampilan yang siap pakai. Kesadaran di kalangan pelaku usaha horeka bahwa mereka dapat mendukung keberlanjutan pertanian dengan merekrut lulusan-lulusan ini akan menjadi bagian penting dari upaya melestarikan sektor pertanian di Bali.
- Penulis, Kepala SMKN 1 Petang, Bali