Oleh I Wayan Yudana

I Wayan Yudana
Perayaan hari suci Siwaratri dikenal sebagai malam renungan suci bagi umat Hindu. Perayaan Siwaratri yang datang setiap 210 hari memiliki makna spiritual yang sangat mendalam. Siwaratri yang oleh masyarakat awam dikenal melalui Kakawin Siwaratrikalpa karya Empu Tanakung, kini dapat diwarisi secara luas di kalangan umat Hindu. Tradisi ini adalah waktu untuk introspeksi diri, meningkatkan kesadaran spiritual, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Di balik makna religiusnya, Siwaratri juga dapat menjadi momentum penting untuk mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter, spiritual dan lingkungan di satuan pendidikan. Hal ini tidak lepas dari konsep pembentukan karakter generasi muda. Melalui perayaan Siwaratri pula, generasi muda diajak untuk melakukan pendakian spiritual guna mengenali jati diri dan keimanan.
Dalam konteks pendidikan, Siwaratri mengajarkan pentingnya pengendalian diri. Selain itu, Siwaratri juga mengajarkan pentingnya prinsip introspeksi diri dan dedikasi terhadap kebaikan. Sekolah dapat memanfaatkan perayaan ini sebagai momentum untuk membangun karakter siswa. Kegiatan seperti renungan bersama, diskusi nilai-nilai moral, hingga penggalangan komitmen untuk perubahan positif bisa diintegrasikan ke dalam rangkaian Siwaratri. Hal ini akan memperkuat pendidikan karakter siswa. Melalui perayaan Siwaratri, sekolah tidak hanya berfokus pada akademik tetapi juga pembentukan akhlak siswa.
Perayaan Siwaratri dilakukan dengan mengikuti perkembangan zaman, tanpa meninggalkan esensi ajarannya yang telah diwariskan secara turun-temurun sesuai sumber ajaran suci Weda. Dalam era modern, nilai-nilai universal dari Siwaratri, seperti introspeksi diri, disiplin diri, dan kesadaran akan hubungan manusia dengan alam, dapat diterapkan dengan cara-cara kreatif yang relevan dengan kehidupan siswa saat ini. Di antaranya, kegiatan renungan dapat dipadukan dengan visualisasi digital atau media interaktif yang menarik bagi generasi muda, sehingga pesan moral tetap tersampaikan dengan cara yang lebih kontekstual.
Dalam pelaksanaannya, perlu ditekankan bahwa Siwaratri tidak boleh dijadikan ajang berkumpul bagi anak-anak muda atau sebatas seremoni balaka. Kebiasaan sibuk berbagi unggahan di media sosial selama kegiatan Siwaratri berlangsung juga dapat mengurangi makna spiritual yang seharusnya menjadi inti perayaan. Oleh karena itu, pengawasan guru dan panduan nilai-nilai ajaran yang kuat sangat dibutuhkan untuk menjaga agar esensi Siwaratri tetap terjaga dan memberikan dampak positif bagi siswa.
Perayaan Siwaratri juga menjadi momentum untuk membangun harmoni dengan alam. Filosofi Hindu yang menghormati alam dapat dijadikan pijakan bagi sekolah untuk mengajarkan kepedulian lingkungan. Kegiatan seperti membersihkan tempat ibadah (baca: ngayah), menanam pohon sarana upakara, atau diskusi tentang keberlanjutan lingkungan dapat menjadi bagian dari perayaan ini. Dengan cara ini, nilai spiritual Siwaratri tidak hanya menjadi refleksi individu semata. Nilai spiritual Siwaratri juga menjadi aksi kolektif untuk menjaga lingkungan.
Pendekatan Inklusif
Walaupun demikian, mengintegrasikan Siwaratri ke dalam pendidikan formal di sekolah tidak bisa lepas dari adanya tantangan. Beberapa pihak mungkin menganggap kegiatan Siwaratri ini terlalu religius untuk lingkungan pendidikan yang heterogen. Oleh karena itu, pendekatan inklusif perlu diterapkan, dengan fokus pada nilai universal seperti introspeksi, perdamaian, dan kepedulian lingkungan.
Di sisi lain, peluang besar terletak pada kemampuan sekolah untuk menjadi pusat transformasi. Perayaan ini dapat mempererat hubungan antarwarga sekolah melalui kegiatan bersama, seperti renungan malam atau gotong royong. Selain itu, momen ini dapat menjadi pengingat pentingnya menciptakan harmoni, baik dalam hubungan sosial maupun dengan lingkungan. Perayaan ini dapat mempererat hubungan antarwarga sekolah melalui kegiatan bersama, seperti renungan malam atau gotong royong.
Pada akhirnya, Siwaratri di satuan pendidikan dapat menjadi momentum untuk pembelajaran multidimensional. Melalui pendekatan yang menggabungkan spiritualitas, karakter, dan keberlanjutan, siswa akan mendapatkan pengalaman pendidikan yang holistik. Dengan ini, perayaan tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi juga menjadi inspirasi untuk perubahan positif di sekolah dan masyarakat.
Perayaan Siwaratri memiliki potensi besar untuk membangun generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga memiliki kepedulian sosial dan lingkungan. Sekolah, sebagai pusat pendidikan, dapat menjadikan momen ini sebagai ajang pembelajaran yang mendalam dan berkelanjutan. Dengan integrasi nilai-nilai luhur Siwaratri, seyogianya dapat membentuk generasi yang lebih bijak dan peduli terhadap lingkungan, manusia, dan Tuhan. (b.)
- Teks: I Wayan Yudana, Kepala SMKN 1 Petang, Badung,
- Foto: I Putu Jagadhita
- Penyunting: I Made Sujaya