Dari Puncak Purnama
Laut masih menyisakan bayangan
diantara kerlip mercusuar di atas pelabuhan
geliat ombak tertahan sunyi bebatuan
memanggil tiada henti
wajah bulan masih menyimpan sisa kenangan
diantara dingin gelombang yang mengalir perlahan
meneduhkan puncak meru dalam kesunyian berhari hari
ada yang tak dapat terlupa
menyayat lukisan purnama dalam gerimis berembun
mengalirkan kesunyian dingin di larut waktu
hening sukma menjemput tarian dewa – dewa
dalam bayangan bulan di keheningan lautan
riak yang mengusap tepian mengisyaratkan kepasrahan
ataukah rindu telah berlabuh dalam kesunyian abadi
(7–2013)
Kidung Purnama
Jejak terdampar sepanjang sunyi
ketika gerimis lelah
menutup guguran daun daun
bersama derai ombak
mengusap tepian
Ada jarak yang tak tampak
mengantar angin
menyusuri gerbang kelam
Bayang bayang selalu menari dalam kesunyian
lalu melukis wajah dalam pemujaan
Saat purnama datang
memeluk keheningan
keteduhan jatuh
menyatu
suara hati
Lagu Purnama
Sunyi mengalir perlahan
di bawah bayang bayang bulan
lalu angin luruh
terpejam dalam dingin malam
Adalah kerinduan kita
yang tak pernah berhenti
bagai irama keabadian
selalu berlayar
menuju pusat semesta
Bentangan purnama yang purba
berdatangan
menuruni kesenyapan
menabuhnya jadi suara suara kelam
berloncatan dari waktu ke waktu
Langit di atas purnama
hening cahayanya
dingin
menyusupi pedusunan
1987
Lukisan Purnama (1)
Gerimis mulai turun menutup malam
saat bayang bayang berguguran
menyusuri isak burung burung
yang tersesat sepanjang hari
angin luruh berlabuh
mengikuti arus pandangmu
yang tersisa
hanya riak kecil
lukisan kabut
derai ombak makin jauh
mengubur teduh purnama
bersama sisa kesenyapan
yang terus mengalir
ke puncak semesta
dalam kesunyian yang makin larut
menelan bisu perbatasan
gerimis masih mengalir
perlahan
hingga malam berpeluk
meluruh bumi
Januari, 1996
Lukisan Purnama (2)
Ada yang selalu terjaga dalam kesunyian
saat gerimis turun
meneduhkan senja hari
Angin bertiup ke dermaga
menelan sepi daun daun
mengikuti arus pandangmu
Bulan dan bintang berjatuhan
menghias malam yang makin jauh
menyusuri purnama
Derai ombak mengusap tepian
melukis segala kenangan
dalam keheningan
yang tak sanggup terucap
Ada yang tertinggal
dalam lukisan purnama
hingga gerimis mengalir
mengabadikannya dalam irama hati
- IDA BAGUS GDE PARWITA dilahirkan di Desa Tihingan, Klungkung, 19 November 1960. Menulis karya sastra berbahasa Indonesia maupun bahasa Bali. Mulai tahun 1982, karya-karyanya berupa puisi dan catatan kebudayaan menghiasi media cetak lokal dan nasional. Tahun 2009 menerima penghargaan Widya Pataka dari Pemerintah Provinsi Bali untuk buku kumpulan puisi berbahasa Bali, Wayang. Akhir tahun 2020, buku antologi puisi berbahasa Indonesia karyanya terbit dengan judul Luka Purnama. Kini menjadi Kepala SMA Pariwisata PGRI Dawan, Klungkung atau dikenal dengan sebutan SMA Paris.