Menu

Mode Gelap
Keragaman Fantasi dalam Festofantasy HUT ke-39 SMA Paris Edukasi Kesejahteraan Hewan, Ajak Anak-anak Kenali Zoonosis Kirab Nasionalisme Hari Kemerdekaan ala Desa Adat Kedonganan Baca Puisi Tak Sekadar Intonasi, Tapi Interpretasi: Dari LBP FULP se-Bali 2023 “Duwe” Desa Adat, Krama dan Prajuru Adat Wajib Bentengi LPD

Bali Iloe · 20 Sep 2015 00:13 WITA ·

Jangan Lupakan Kemenangan Laskar Rakyat dalam Perang Banjar


					Ida Made Rai Perbesar

Ida Made Rai

20 September bukan hanya hari bersejarah bagi rakyat Badung dan Denpasar yang mengenang peristiwa Puputan Badung, tetapi juga bagi rakyat Buleleng, khususnya masyarakat Banjar. Betapa tidak, pada 20 September 1868, pecah Perang Banjar yang menjadi prestasi membanggakan karena laskar rakyat Banjar di Buleleng berhasil mengalahkan serangan ekspedisi militer Belanda. Meski sebulan kemudian perlawanan laskar Banjar itu berhasil ditaklukkan, kemenangan di Banjar itu pantas untuk senantiasa dikenang, jangan dilupakan.

Perang Banjar diawali dengan ketidakpuasan elite dan rakyat Banjar atas pemberhentian Punggawa Banjar, Ida Made Rai dan menunjuk Ida Ketut Anom, seorang Brahmana dari luar Banjar. Keputusan ini mendapat tantangan keras dari penduduk Banjar dan desa-desa sekitarnya. Mereka menganggap penunjukan seorang punggawa dari luar daerah Banjar bertentangan dengan tradisi dan adat yang berlaku sejak dulu.

Usai menjalani masa pembuangannya, Ida Made Rai kembali ke Banjar. Sadar golongan Brahmana di Banjar serta pemuka-pemuka rakyat di desa-desa sekitarnya tidak menerima kepemimpinan Ida Ketut Anom, Ida Made Rai pun menyatakan penentangan terhadap pemerintah Belanda yang sejak 1860 telah menancapkan kekuasaannya di Buleleng. Sikap Ida Made Rai mendapat dukungan dari pemuka-pemuka rakyat Banjar dan desa-desa sekitarnya. Gerakan Ida Made Rai pun tumbuh menjadi gerakan rakyat Banjar dan desa-desa sekitarnya.

Pada bulan April 1868, pemuka-pemuka rakyat Banjar bersama Ida Made Rai disertai ratusan rakyat menghadap Regent/Raja Buleleng, Gusti Ngurah Ketut jelantik di Singaraja. Kedatangan rakyat itu menuntut agar Ida Made Rai segera diangkat menjadi punggawa Banjar. Seperti ditulis Ide Anak Agung Gde Agung dalam buku Bali Pada Abad XIX, karena didesak Asisten Residen Eibergen yang berkuasa di Buleleng, Raja menolak permohonan itu. Rakyat Banjar pun tidak menghiraukan lagi perintah Raja dan secara terang-terangan membangkang. Misalnya, perintah untuk memperbaiki jalan tidak mereka hiraukan.

Dalam perkembangan selanjutnya, pembangkangan yang dilakukan Ida Made Rai semakin menjadi-jadi. Hal ini memunculkan kekhawatiran Belanda akan mengganggu keamanan dan ketenteraman Buleleng. Karena itu diputuskan untuk mengirimkan ekspedisi militer keempat di bawah pimpinan Mayor W.E.F. van Heemskerk.

Menurut Ida Anak Agung Gde Agung dalam buku Bali Pada Abad XIX, pasukan ekspedisi Belanda ini dibantu dengan satu divisi pasukan marinis, sehingga jumlah pasukan yang tergabung untuk menyerang Banjar sebanyak 800 orang. Sementara Regent/Raja Buleleng, Gusti Ngurah Ketut Jelantik menyediakan tenaga kuli pengangkut perbekalan dan persenjataan pasukan Belanda.

Ida Made Rai sempat hendak berdamai dengan Belanda. Menurut Ida Anak Agung Gde Agung, pada 19 September muncul ratusan rakyat Banjar di bawah pimpinan pemuka rakyat Kalianget, I Kamasan membawa barang-barang makanan dari Ida Made Rai dan rakyat Banjar yang dihadiahkan kepada pasukan Belanda.

Mereka menyampaikan kepada Mayor van Heemskerk dan Residen bahwa Ida Made Rai bersedia menyerahkan diri akan tetapi dengan syarat dia harus diangkat menjadi Punggawa Banjar. Tawaran ini tidak diterima oleh Residen dan malah I Kamasan ditahan berdasarkan alasan bahwa dia sudah dihukum penjara 12 tahun oleh Pengadilan Majelis Kerta dan kemudian dibawa ke salah satu kapal perang menunggu penyelesaian perkaranya. Setelah peristiwa itu, Residen mengirim ultimatum kepada Ida Made Rai untuk menyerah esok harinya. Jika tidak, Banjar akan diserang.

Ultimatum Belanda tidak membuat gentar Ida Made Rai. Tanggal 20 September 1868 pecahlah pertempuran antara pasukan Belanda dengan laskar Banjar dipimpin Ida Made Rai. Pertempuran di daerah Dencarik menyebabkan Letnan Stegmen dan 14 orang serdadu Belanda gugur. Sementara para tenaga pengangkut Belanda lari tunggang-langgang. Apalagi banyak di antara tenaga pengangkut itu tertembak secara tidak sengaja oleh pasukan Belanda karena mereka tidak bisa membedakan mana tenaga pengangkut yang disediakan Raja Buleleng, mana laskar banjar.

Pasukan Belanda pun memilih mundur menuju pangkalannya di Temukus. Serangan pertama Belanda terhadap Banjar gagal. Mayor van Heemskerk bermaksud mengadakan serangan kedua terhadap Banjar keesokan harinya. Akan tetapi, tenaga pengangkut yang dijanjikan Raja Buleleng tidak muncul. Orang-orang Bali tidak bersedia lagi sebagai tenaga pengangkut karena takut menghadapi ganasnya perlawanan laskar Banjar.

Pada tanggal 3 Oktober 1868 kembali dilancarkan serangan kedua kalinya. Dalam serangan kali ini, pasukan Belanda mendapat bantuan 1500 pasukan tambahan dari Raja Buleleng serta 800 orang pasukan tambahan dari Pembekel Pengastulan, Wayan Tragi. Meski begitu, serangan ini pun berhasil dipatahkan oleh laskar Banjar yang bertempur dengan semangat bergelora dan bersenjatakan tombak terhunus.

Belanda kembali menyerang Banjar pada 24 Oktober 1868. Kali ini, kekalahan berada di pihak Ida Made Rai. Pertahanannya hancur. Banyak pasukan dan orang-orang dekatnya meninggal dalam pertempuran. Sejumlah desa yang sebelumnya mendukung perjuangan Ida Made Rai pun menyerah kepada Belanda. Ida Made Rai dan pendukungnya kemudian mengungsi ke Mengwi.

Belanda pun menggunakan siasat lain untuk menangkap Ida Made Rai. Ibunda Ida Made Rai diajak menuju tempat persembunyian Ida Made Rai di Desa Denkayu dengan perjanjian tidak akan menjatuhi Ida Made Rai hukuman mati atau menembaknya. Ida Made Rai akhirnya menyerah setelah dinasihati ibunya. Ida Made Rai bersama Ida Made Tamu dan Ida Made Sapan kemudian dibuang ke Priangan, Bandung. Sementara pemimpin-pemimpin lainnya  seperti I Dade dan I Kamasan dihukum penjara.

Kendati begitu, dua kali kemenangan laskar Banjar yang hanya bersenjatakan tombak cukup menampar muka Belanda. Kemenangan itu juga kembali mengangkat harga diri orang Bali setelah dua kali kemenangan yang diraih sebelumnya dalam Perang Jagaraga (1848) dan Perang Kusamba (1849). Kemenangan yang tidak layak dilupakan, meskipun yang gugur adalah laskar rakyat. (b.)

  • Penulis: I Made Sujaya
  • Penyunting: I Ketut Jagra
Artikel ini telah dibaca 174 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Udayana: Raja Bali Kuno yang Terbuka dan Mau Mendengar Suara Rakyat

26 Mei 2022 - 22:18 WITA

Negara Mungkin Belum Mengakui, Tapi Dewa Agung Istri Kanya Tetap Pahlawan di Hati Rakyat Klungkung

25 Mei 2022 - 19:50 WITA

Detik-detik Perang Kusamba 24-25 Mei 1849

24 Mei 2021 - 01:27 WITA

Menengok Krisis Ekonomi Bali Pada Masa Depresi Global 1930-an

21 Mei 2021 - 23:17 WITA

Penduduk Bali 1930

Virus Korona dan Jejak “Grubug” di Tanah Bali

28 Januari 2020 - 00:01 WITA

Hari Ini 167 Tahun Silam, Klungkung Permalukan Belanda di Kusamba

24 Mei 2016 - 22:01 WITA

Trending di Bali Iloe