Menu

Mode Gelap
Begini Kronologi Perang Puputan Margarana, 20 November 1946 Tanaman Cabai di Beranda Ruang Kelas: Catatan Harian dari SMKN 1 Petang Cemerlang SMA Paris di Usia 40 Tahun Menghapus Garis Demarkasi Kolonial: Catatan Pertunjukan Arja Mahasiswa Bahasa Bali Undiksha Kebun Jagung di Beranda Kelas: Catatan dari Pelatihan Menulis bagi Guru dan Siswa SMKN 1 Petang

Bali Iloe · 25 Mei 2014 02:23 WITA ·

Dewa Agung Istri Kanya, Perempuan Bali Pemimpin Perang Kusamba


					Buku cerita Perang Kusamba karya Djoko Dwinanto. Perbesar

Buku cerita Perang Kusamba karya Djoko Dwinanto.

Peristiwa heroik Perang Kusamba tiada bisa dilepaskan dari sosok Dewa Agung Istri Kanya. Raja putri inilah yang memimpin perlawanan rakyat Klungkung menentang invasi Belanda di Desa Kusamba. Bersama Mangkubumi Dewa Agung Ketut Agung, Dewa Agung Istri Kanya mengarsiteki penyerangan balasan terhadap Belanda di Kusanegara yang berujung pada gugurnya pimpinan ekspedisi Belanda, Jenderal AV Michels.

Dalam buku Sejarah Klungkung (Dari Smarapura ke Puputan) disebutkan Dewa Agung Istri Kanya merupakan putra dari Dewa Agung Putra I yang dikenal juga dengan nama Ida I Dewa Agung Putra Kusamba (karena berkeraton di Kusamba). Ibunya berasal dari Karangasem, I Gusti Ayu Karang (I Gusti Ayu Pelung).

Dewa Agung Istri Kanya memiliki seorang adik laki-laki, Dewa Agung Putra yang juga dikenal dengan nama Ida I Dewa Agung Putra Balemas. Nama ini diberikan karena adiknya ini tinggal di Balemas, salah satu bagian lokasi istana Smarapura yang dianggap sebagai lokasi yang penting dan menempati status setingkat lebih rendah dari kamar raja (pesaren gede).

Dewa Agung Istri Kanya juga tinggal di Balemas sehingga dia juga kerap dinamai Dewa Agung Istri Balemas. Dewa Agung Istri Kanya dikenal menjalani pilihan melajang sepanjang hidupnya. Karena pilihan itu pula dia diberi nama Istri Kanya (kanya = melajang atau tidak kawin).

Dewa Agung Istri Kanya tersohor sebagai salah seorang raja yang sangat mencintai sastra. Pada masanya, seni makekawin atau mebebasan berkembang pesat. Dewa Agung Istri Kanya bukan semata seorang penikmat karya sastra, dia juga seorang pengarang besar (pengawi) pada zamannya. Karenanya, Dewa Agung Istri Kanya kerap dijuluki sebagai raja kawi (rakawi). Karyanya yang terkenal yakni Pralambang Bhasa Wewatekan yang menceritakan tentang kebesaran masa silam Kerajaan Klungkung.

Karena kecintaan dan perhatiannya yang besar pada sastra itu kemudian menempatkannya sangat istimewa di mata para pengawi. Karena itu dia mendapat nama Naranatha Kanya (dalam Astikayana), Wirya Kanya (dalam Babad Dalem), Nrpakanya (dalam Prthadharma), di samping Nrpatiwadhu, Rajadayita, juga Narendra Dayita.

Kendati statusnya sebagai seorang perempuan, Dewa Agung Istri Kanya diberi kepercayaan untuk memegang tampuk kepemimpinan Kerajaan Klungkung. Hanya saja, belum ditemukan kata sepakat di antara para peneliti kapan sejatinya Dewa Agung Istri Kanya naik tahta.

Ada yang menyebut Dewa Agung Istri Kanya naik tahta pada tahun 1809 setelah wafatnya Dewa Agung Putra Kusamba, ada juga yang menyebut Istri Kanya naik tahta tahun 1822 setelah wafatnya Dewa Agung Putra Balemas. Namun, ada juga yang menyebut sebetulnya terjadi kompromi setelah wafatnya Dewa Agung Putra Kusamba. Dewa Agung Putra Balemas diangkat sebagai raja dibantu oleh Dewa Agung Istri Kanya.

Terlepas dari mana yang benar, yang jelas Dewa Agung Istri Kanya dikenal sebagai figur pemimpin yang sangat cinta pada negara dan rakyatnya. Ni Ketut Wikarmi dalam skripsi sarjananya di Fakultas Sastra UGM, Yogyakarta (1984) mencatat, bahwa Dewa Agung Istri Kanya juga adalah seorang pemberani dan tidak mudah menyerah kepada musuh. Di mata Belanda sendiri, Dewa Agung Istri Kanya dilukiskan sebagai seorang perempuan yang berjiwa lelaki dengan perangai keras kepala dan berhati baja.

Belanda memang merasakan bagaimana keberanian dan sikap pantang menyerah Istri Kanya. Saat terjadi Perang Kusamba, Belanda terpaksa menelan kekalahan pahit dengan tewasnya jenderal sarat prestasi, Jenderal AV Michels.

Karena itu, tiada keliru jika kemudian banyak peneliti yang menyejajarkan keperwiraan Istri Kanya dengan pahlawan Indonesia lainnya, Cut Nya’ Dien dan Cut Meutia dari Aceh atau pun Christina Martha Tiahahu dari Maluku.

Itu sebabnya, bisa dipahami jika masyarakat Klungkung sejak beberapa tahun terakhir tiada putus memperjuangkan gelar pahlawan untuk perempuan tangguh ini. Untuk memenuhi berbagai persyaratan menerima gelar pahlawan, nama Dewa Agung Istri Kanya kini diabadikan sebagai nama Balai Budaya Kabupaten Klungkung.

Kendati pun hingga kini gelar pahlawan itu belum diraih, bagi masyarakat Klungkung, terlebih lagi bagi orang Kusamba, Dewa Agung Istri Kanya tetaplah seorang pahlawan. Dialah yang mampu mengangkat harga diri orang Bali di hadapan penjajah Belanda. (b.)

  • Penulis: I Made Sujaya
  • Penyunting: I Ketut Jagra
Artikel ini telah dibaca 117 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Begini Kronologi Perang Puputan Margarana, 20 November 1946

20 November 2024 - 09:32 WITA

Udayana: Raja Bali Kuno yang Terbuka dan Mau Mendengar Suara Rakyat

26 Mei 2022 - 22:18 WITA

Negara Mungkin Belum Mengakui, Tapi Dewa Agung Istri Kanya Tetap Pahlawan di Hati Rakyat Klungkung

25 Mei 2022 - 19:50 WITA

Detik-detik Perang Kusamba 24-25 Mei 1849

24 Mei 2021 - 01:27 WITA

Menengok Krisis Ekonomi Bali Pada Masa Depresi Global 1930-an

21 Mei 2021 - 23:17 WITA

Penduduk Bali 1930

Virus Korona dan Jejak “Grubug” di Tanah Bali

28 Januari 2020 - 00:01 WITA

Trending di Bali Iloe