![]() |
Gubernur Bali, Wayan Koster (sumber foto: instagram @pemprov_bali) |
Setelah sempat memunculkan pro-kontra, perayaan hari Nyepi tahun baru Saka 1942 di Bali dipastikan tanpa pawai ogoh-ogoh. Hal ini menyusul keluarnya Instruksi Gubernur Bali, Wayan Koster, Jumat (20/3) kepada para bupati/walikota, PHDI Provinsi Bali, Majelis Desa Adat (MDA) se-Bali, serta para bendesa adat/kelian desa adat se-Bali untuk tidak melaksanakan pengarakan ogoh-ogoh, dalam bentuk apa pun dan di mana pun. Berkaitan dengan upacara melasti/makiyis/malis, tawur kasanga, dan pangerupukan dilaksanakan dengan melibatkan para petugas pelaksana upacara dalam jumlah yang sangat terbatas, paling banyak 25 orang; hanya untuk pelaksana utama, yaitu pamangku, sarati, dan pembawa sarana utama.
Instruksi Gubernur Bali bernomor 267/01-BK/2020 tentang Pelaksanaan Rangkaian Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1942 di Bali itu sekaligus menyatakan ketentuan angka 6 huruf b dalam Surat Edaran Bersama PHDI Provinsi Bali, MDA Provinsi Bali dan Pemerintah Provinsi Bali Nomor: 019/PHDI-Bali/III/2020; Nomor: 019/MDA-Prov. Bali/III/2020; Nomor: 510/Kesra/B.Pem.Kesra tentang Pelaksanaan Rangkaian Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1942 di Bali, tidak berlaku
SE Bersama itu menuai kritik dari sejumlah kalangan karena dianggap tidak tegas. Masih diberikannya ruang mengadakan pengarakan ogoh-ogoh dinilai tidak sejalan dengan arahan Presiden RI untuk menghindari kerumunan, membatasi jarak di lingkungan publik serta beribadah dari rumah. Kerumunan orang saat pawai ogoh-ogoh dikhawatirkan memunculkan potensi penyebaran covid-19.
Yang menarik, Gubernur Koster juga juga mengeluarkan surat edaran yang menghentikan kegiatan-kegiatan yang melibatkan massa/keramaian, termasuk sabungan ayam (tajen). Surat Edaran ini bernomor 730/8125/Sekret tertanggal 20 Maret 2020. Dalam SE ini, aparat penegak hukum juga dimohon agar melaksanakan pemantauan, pengawasan, dan penertiban untuk memastikan upaya pencegahan covid-19 ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Sebelumnya, penghentian tajen sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial menyusul keputusan Bupati Gianyar melarang pengarakan ogoh-ogoh di wilayahnya. Salah seorang ketua ST di Gianyar menyentil, jika ogoh-ogoh dilarang, tajen yang mengundang keramaian juga mesti dilarang. (b.)