Kekhawatiran banyak pihak mengenai makin pudarnya nafas budaya Bali di kawasan wisata Badung Selatan, termasuk Legian, hingga kini tetap membiak. Namun, bagi masyarakat Legian, kekhawatiran itu menjadi cambuk untuk menunjukkan bahwa budaya Bali masih bertumbuh di tanah kelahiran mereka. Salah satu upaya yang ditempuh melalui Pasraman Çanti Wana Legian.
“Pasraman Çanti Wana merupakan banteng budaya Bali di Legian,” kata Ketua Pasraman Çanti Wana Legian, Drs. I Nyoman Sarjana di sela-sela peringatan HUT ke-17 pasraman tersebut, Minggu, 27 Oktober 2013.
Dijelaskan Sarjana, Pasraman Çanti Wana Legian didirikan 27 Oktober 1996 lalu. Pendirinya tiada lain Bendesa Adat Legian saat itu, I Wayan Sekur (alm.). Tujuan pendirian pasraman yakni sebagai media pembinaan dan pembelajaran adat, budaya, tradisi dan agama Hindu bagi krama Desa Adat Legian, terutama anak-anak muda.
“Jadi, sebelum kini pemerintah menggalakkan program pasraman kilat, Legian sudah membentuknya, bahkan melembagakannya secara resmi di bawah desa adat,” kata Sarjana.
Itu sebabnya, para pengurus berkomitmen untuk secara rutin memperingati HUT Pasraman Çanti Wana Legian. Hal ini sebagai bentuk penghargaan dan terima kasih atas pemikiran dan buah karya I Wayan Sekur selaku pendiri Pasraman Çanti Wana Legian.
HUT ke-17 kali ini diisi dengan kegiatan sederhana berupa bersih-bersih dan mapejati di Pasraman Çanti Wana Legian. Kegiatan ini diikuti para pengurus pasraman, guru-guru SIP School Legian, serta pihak Hotel All Season Legian.
Memang, saat itu pihak Hotel All Season Legian menyumbangkan sejumlah pohon langka, seperti pohon badung, pohon kaliasem, dan ceroring. Pohon-pohon itu ditanam di areal pasraman.
Sarjana berterima kasih atas kepedulian Hotel All Seasons Legian menyumbangkan pohon langka. Dia berharap pohon-pohon langka itu akan tumbuh dan lestari sampai kapan pun. “Areal Pasraman Çanti Wana merupakan paru-parunya Legian. Jadi, tepat pohon-pohon langka ini ditanam di sini,” tegas Sarjana didampingi para pengurus pasraman lainnya, seperti Sekretaris, I Wayan Sueta; Bendahara, I Nyoman Dira; serta anggota, I Kadek Suardana, I Nengah Bina, dan I Wayan Sumita. (b./adv)