*Dupa Lokal Terancam Dupa Import
Teks: I Made Sujaya
BOLEH saja orang Indonesia, termasuk Bali, memandang negatif Malaysia. Sejumlah kasus hubungan buruk Indonesia-Malaysia kerap memantik sikap antipati orang Bali terhadap Negeri Jiran itu. Orang Bali pernah marah besar ketika Tari Pendet diklaim Malaysia. Tapi, jarang yang tahu, ritual keagamaan orang Bali kini sudah diwarnai dengan produk Malaysia. Tengoklah dupa yang dipakai saat ritual keagamaan orang Bali, akan tampak sejumlah produk Malaysia. Produk dupa Malaysia yang sudah familiar bagi orang Bali yakni dupa Thurga’s.
Ibu Niko, seorang ibu rumah tangga di Denpasar mengaku senang menggunakan dupa Thurga’s karena aromanya yang kuat dan dupanya terus menyala sampai ujung terakhir. “Saya sudah sejak lama menggunakan dupa ini. Kalau untuk mabanten sehari-hari, baru saya gunakan dupa lokal,” kata Ibu Niko.
Pasaran dupa harum di Bali juga menempatkan dupa Thurga’s asal Malaysia di jajaran teratas. Permintaan dupa Thurga’s di Bali terbilang sangat tinggi. Ketut Samiarsa, seorang agen dupa Thurga’s menuturkan lebih gampang menawarkan dupa Thurga’s dibanding dupa-dupa lainnya. Selain karena sudah dikenal, dupa Thurga’s juga memiliki aroma yang kuat. “Sales juga lebih senang membawa dupa Thurga;s karena cepat laku,” kata Samiarsa.
Penjual dupa di kawasan Gianyar, Luh Suwita Utami mengakui dupa Thurga’s memang laku keras. Sampai-sampai dupa Thurga’s dipalsu orang. Sejatinya, saingan terhadap dupa Thurga’s banyak muncul. Belakangan dupa-dupa Cina dan India juga membanjiri pasar dupa Bali. Meski harganya lebih mahal, dupa-dupa ini diburu konsumen. Dupa-dupa impor ini memiliki kesan lebih berkualitas daripada dupa-dupa lokal. “Bahannya lebih berkualitas, aromanya juga lebih berkualitas. Dupa-dupa India malah lebih variatif dan kemasannya lebih bagus,” kata Ketut Ardana, seorang penggemar dupa India.
Dupa-dupa Cina sudah lama membanjiri pasar dupa Bali. Malah, stik dupa Cina juga digunakan perajin dupa di Bali untuk memproduksi dupanya. Salah seorang perajin dupa lokal Putri Bulan mengaku dupa-dupa lokal kini mendapat saingan berat dari dupa Cina, India dan Malaysia. Tapi, untuk penggunaan sehari-hari, masyarakat Bali masih setia menggunakan dupa-dupa lokal. Itu sebabnya, pemerintah diminta untuk memperhatikan para perajin dupa lokal. Jangan sampai perajin dupa lokal kalah bersaing di rumah sendiri. Kebutuhan dupa di Bali semestinya dipenuhi pasar lokal, bukan didominasi dupa impor.
Penulis buku-buku agama Hindu, Drs. I Ketut Wiana, M.Ag., menilai derasnya dupa-dupa impor di Bali memang memprihatinkan. Tapi hal itu mesti menjadi cambuk bagi perajin dupa lokal untuk terus berjuang meningkatkan kualitas produknya agar bisa lebih baik atau setidaknya sejajar dengan dupa impor. “Agar bisa mencapai itu, pemerintah memang harus membantu para perajin dupa lokal agar tak terus tersingkir dalam persaingan,” kata Wiana. (b.)
http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI