Menu

Mode Gelap
Keragaman Fantasi dalam Festofantasy HUT ke-39 SMA Paris Edukasi Kesejahteraan Hewan, Ajak Anak-anak Kenali Zoonosis Kirab Nasionalisme Hari Kemerdekaan ala Desa Adat Kedonganan Baca Puisi Tak Sekadar Intonasi, Tapi Interpretasi: Dari LBP FULP se-Bali 2023 “Duwe” Desa Adat, Krama dan Prajuru Adat Wajib Bentengi LPD

Bali Jani · 21 Mar 2008 16:14 WITA ·

Konservasi Penyu Memerkuat Citra Pariwisata Kuta


					Konservasi Penyu Memerkuat Citra Pariwisata Kuta Perbesar

Wawancara dengan Kepala Satgas Pantai Kuta, IGN Tresna

Satuan Tugas (Satgas) Pantai Kuta yang merupakan perangkat penting Unit Pengelola Pantai Desa Adat Kuta tidak saja dikenal sebagai tenaga keamanan di objek wisata ternama itu, melainkan juga sebagai “Bapak Asuh Penyu”. Julukan ini mengemuka menyusul ketekunan Satgas Pantai Kuta melaksanakan upaya konservasi penyu sejak empat tahun lalu. Satgas Pantai Kuta begitu setia menjalani tugas tambahan mengamankan penyu saat mampir ke pesisir Pantai Kuta hendak bertelur, menetaskannya dengan tempat khusus hingga melepasnya kembali saat menjadi tukik ke pantai.

Pengabdian itulah yang kemudian mendorong sejumlah organisasi pecinta lingkungan menganugerahi penghargaan khusus kepada satuan pengamanan sipil Desa Adat Kuta ini. Setelah sebelumnya mendapat penghargaan dari Gibbon Award International, Agustus tahun ini Satgas Pantai Kuta atas nama masyarakat Kuta bersama masyarakat Tegal besar, Klungkung juga menerima penghargaan dari ProFauna Meeting 2006. Penghargaan ini diterima Kepala Satgas Pantai Kuta, I Gusti Ngurah Tresna di Semarang, 19-21 Agustus lalu. Apa makna penghargaan tersebut bagi Satgas Pantai Kuta dan masyarakat Kuta secara keseluruhan? Bagaimana ceritanya Satgas Pantai Kuta bisa memilih jalan mengasuh penyu? Berikut perbincangan balisaja.com dengan Tresna.

—————————————————-

Apa makna penghargaan ini bagi Satgas Pantai Kuta khususnya dan masyarakat Kuta pada umumnya?
Tentu kami berterima kasih kepada ProFauna sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang perlindungan satwa langka. Artinya, apa yang kami lakukan selama ini ternyata mendapat perhatian. Walaupun kami melakukan upaya konservasi penyu ini semata-mata karena wujd ngayah. Di tengah-tengah kesibukan melaksanakan tugas pokok mengamankan pantai, kami bisa meluangkan waktu untuk menjaga dan melestarikan penyu. Penghargaan ini tentu saja memberi kesan positif bagi masyarakat Kuta khususnya dan masyarakat Bali umumnya yang selama ini dicitrakan sangat negatif sebagai pembantai penyu. Apa yang kita lakukan dan adanya penghargaan ini sedikitnya mengimbangi kesan negatif itu. Malah, bagi dunia pariwisata kita, upaya konservasi ini menjadi nilai tambah tersendiri yang memperkuat citra. 

Bagaimana respons wisatawan terhadap upaya konservasi penyu yang dilakukan Satgas Pantai Kuta?

Sangat positif sekali. Bahkan turis-turis yang kebetulan berkunjung ke Kuta dan dapat menyaksikan serta ikut terlibat dalam aksi pelepasan tukik merasakan hal ini sebagai pengalaman baru karena di negaranya belum pernah melihat hal seperti itu. Sepanjang hidup mereka belum pernah memegang dan melepas tukik. Karenanya, aksi lepas tukik yang kami gelar menjadi semacam atraksi wisata baru, daya tarik wisata baru. Banyak wisatawan asing yang berebutan ingin ikut dalam aksi tersebut. Ada yang sampai memesan kepada kami agar dihubungi ketika ada aksi pelepasan tukik. Malah, ada yang menghubungi kami dari luar negeri minta diberi tahu kapan ada pelepasan tukik lagi. Ini berarti wisatawan asing sangat tertarik dan memberi apresiasi apa yang telah kita lakukan. Mereka tak percaya bahwa kita melakukan upaya konservasi penyu. Apalagi kita buatkan tempat penetasan khusus. Setiap kali wisatawan asing yang berkunjung ke Pantai Kuta kami beri informasi soal upaya konservasi ini dan mereka sangat antusias. 

Bagaimana mentransformasikan upaya konservasi yang dilakukan Satgas Pantai Kuta ini dengan sikap masyarakat khususnya di Kuta untuk mencintai satwa yang dilindungi Undang-Undang (UU) ini?

Kami melakukan upaya ini justru dengan dukungan yang besar dari masyarakat. Desa Adat sebagai institusi utama masyarakat adat Kuta sangat mendukung upaya ini dan telah menjadikan konservasi penyu ini sebagai sebuah komitmen bersama masyarakat Kuta. Dulu memang kami akui penyu menjadi salah satu daging favorit kami saat mebat berkaitan dengan upacara keagamaan di banjar. Malah ketika itu kami dengan bangga menginformasikannya kepada wisatawan asing. Kini, pemerintah menyatakan penyu sebagai salah satu hewan yang dilindungi, kami tentu mendukung. Ditambah lagi posisi Kuta sebagai daerah pariwisata dan kegiatan konservasi ini ternyata mendapat apresiasi positif dari wisatawan, tentu membuat kami lebih concern dalam upaya pelestarian dan perlindungan penyu ini. 

Apakah ada indikator yang menunjukkan bahwa masyarakat Kuta sendiri ikut mendukung pelestarian dan perlindungan penyu ini?

Banyak sekali. Yang utama tentu saja dukungan dari lembaga resmi masyarakat adat yakni desa adat. Kalangan nelayan juga sudah mulai aktif mendukung langkah kami. Setiap kali melihat ada penyu bertelor di daerah pemangkalan jukung, selalu disampaikan kepada kami untuk diamankan. Malah, di luar masyarakat Kuta juga banyak yang mulai menjalin hubungan dengan kami dalam rangka pelestarian dan perlindungan penyu ini. Masyarakat Legian, Seminyak termasuk sampai Canggu selalu menghubungi kami bila menemukan penyu bertelor. Mereka tahu bahwa kami memiliki tempat khusus untuk menetaskan telur-telur penyu tersebut. Mudah-mudahan semangat dan kesadaran untuk menjaga dan melindungi penyu ini terus menyebar sehingga Bali benar-benar bisa mengukuhkan diri sebagai Pulau Pecinta Penyu setelah sering diberi julukan negatif sebagai Pulau Pembantai Penyu. 

Apa arti penyu bagi Anda?

Bagi saya sederhana saja. Penyu adalah salah satu bagian dari ekosistem yang populasinya perlu dijaga sehingga keseimbangan alam terjadi. Artinya, penyu merupakan penopang kehidupan kita. Ketika sekarang UU memberikan perlindungan terhadap satwa ini tentu menjadi kewajiban kita untuk melindunginya sebagai warga negara yang baik. 

Anda dan anggota Satgas Pantai Kuta kerap kali dijuluki “Bapak Asuh Penyu”. Apa kesan Anda?

Memang ada banyak julukan yang diberikan kepada kami terutama dari para wisatawan asing. Ketika kami informasikan soal upaya konservasi penyu ini dan beberapa kali wisatawan itu ikut kami libatkan dalam upaya ini, mereka menyebut kami The Father of Turtle (Bapak Penyu). Masyarakat juga sering menggoda kami sebagai Bapak Penyu. Ya, apa pun julukan itu kami terima. Tugas kami hanya berbuat, penilaian sepenuhnya menjadi urusan masyarakat. 

Mulai kapan sesungguhnya Satgas Pantai Kuta aktif dalam upaya konservasi penyu?

Mulai tahun 2001, dua tahun setelah Desa Adat Kuta diberi tanggung jawab untuk menata Pantai Kuta. Ketika itu Desa Adat Kuta memutuskan untuk menata dan mengembalikan Pantai Kuta secara alami. Dulu, menurut penuturan orang-orang tua, penyu memang kerap kali singgah di Pantai Kuta untuk bertelur. Nah, ini kan bagian penting dari fenomena alam sehingga penting untuk kami jaga untuk mendukung upaya mengembalikan Pantai Kuta secara alami.

Rata-rata dalam setahun berapa kali ada penyu bertelur di Pantai Kuta? Berapa pula telur yang bisa diamankan serta tukik yang bisa dilepas ke laut?

Datanya saya tak ingat persis, tapi sudah dicatat di ProFauna. Yang jelas, selama empat tahun ini kami melakoni tugas konservasi penyu, kami menemukan fenomena musiman. Biasanya penyu-penyu itu mulai datang untuk bertelur setelah musim Angin Barat berakhir kira-kira mulai bulan April hingga Oktober. Terkadang di bulan November juga ada penyu yang datang bertelur. Selama empat tahun ini, yang paling banyak pada tahun 2005 lalu yakni lebih dari 3.000 telur penyu berhasil kami amankan dan selanjutnya kami lepas sebagai tukik ke laut. 

Anda yakin upaya konservasi yang Anda lakukan bersama Satgas Pantai Kuta ini akan terus bertahan di masa yang akan datang?

Memang tidak ada yang kekal, segalanya pasti berubah. Akan tetapi, harapan kami tentu saja ini akan tetap berlanjut sampai kapan pun. Dengan terus tumbuhnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya upaya melaksanakan konservasi penyu ini guna menjaga keseimbangan alam dan kehidupan ini, saya punya keyakinan kuat upaya ini akan terus berlanjut. Tentu saja, harus terus dikembangkan dengan upaya untuk membangun dan memperkuat kesadaran untuk melindungi penyu. (b.)

http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI
Artikel ini telah dibaca 11 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Kirab Nasionalisme Hari Kemerdekaan ala Desa Adat Kedonganan

17 Agustus 2023 - 16:38 WITA

Baca Puisi Tak Sekadar Intonasi, Tapi Interpretasi: Dari LBP FULP se-Bali 2023

8 Agustus 2023 - 15:57 WITA

“Duwe” Desa Adat, Krama dan Prajuru Adat Wajib Bentengi LPD

31 Juli 2023 - 19:48 WITA

“Ah”, Putu Wijaya Tak Pernah Berhenti Mengajak Berpikir

30 Juli 2023 - 22:10 WITA

Selain Seksualitas, Ada Juga Sisi Gelap Bali dalam Novel Ayu Utami

28 Juli 2023 - 11:12 WITA

Sederet Pekerjaan Rumah Bali Sebelum Gelar Pameran Buku Internasional

23 Juli 2023 - 23:16 WITA

Trending di Bali Jani