Jelang perayaan Nyepi, berbagai desa adat di Bali menghidupkan tradisi unik yang sarat makna. Salah satunya adalah Desa Adat Pinda, Gianyar, yang dahulu melaksanakan tradisi siat api, atau dikenal dengan istilah ritus Mejaga-jaga. Namun, sejak 1990-an, tradisi ini mulai pudar dari ingatan masyarakat. Mengembalikan makna tradisi ini menjadi inspirasi utama karya seni karawitan ekologis bertajuk “Nuwur Geni Kahuripan Ang-Ah” karya I Nyoman Kariasa, seorang seniman sekaligus akademisi dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Karya ini dipresentasikan dalam ujian S3 di Pura Dalem Desa Pinda, Gianyar, pada Jumat, 24 Januari 2025 malam.
Kariasa, yang akrab disapa Nyoman Kader, mengungkapkan bahwa tujuan utama penciptaannya adalah merekonstruksi ritus Mejaga-jaga sembari mengembangkannya dengan pendekatan modern, salah satunya melalui gamelan gong kebyar sebagai daya tarik wisata Desa Pinda.
“Proses penciptaan ini melibatkan pendekatan interdisipliner yang mencakup aspek estetika, religi, ekonomi, sosial, dan budaya. Tahapannya meliputi riset lapangan untuk memahami dan merekonstruksi Ritus Mejaga-jaga, penyusunan model pertunjukan, implementasi, uji coba, hingga diseminasi karya kepada masyarakat,” jelas Kader.
Sumber data penciptaan karya ini meliputi lontar Prakempa dan Aji Ghurnita, wawancara dengan para sesepuh dan tokoh adat Desa Pinda, serta studi tentang gamelan gong kebyar yang menjadi ciri khas desa tersebut. Analisis data dilakukan menggunakan teori etnomusikal, teori representasi budaya, teori komodifikasi, teori praktik, dan teori semiotika.
Karya “Nuwur Geni Kahuripan Ang-Ah” menjadi sebuah persembahan seni karawitan ekologis berbasis kearifan lokal yang menyajikan total performance. Penyajiannya memadukan tata ruang kosmologi lingkungan alam Desa Pinda dengan iringan gamelan baleganjur inovasi dan Konser Gong Kebyar Ang-Ah. Struktur pertunjukan terdiri dari empat bagian, yakni nedunin geni (memulai api), nyuarang geni (menghidupkan api), nyolahang geni (mengolah api), dan ngaluwur (memadamkan api).
Menurut Kader, karya ini tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga membawa pesan penting tentang pemberdayaan dan pelestarian tradisi. “Karya ini memiliki makna sosial, ekonomi, serta menjadi identitas baru bagi wisata Desa Pinda. Sebagai temuan baru, saya memperkenalkan konsep Getek Solah, yaitu inovasi dalam penciptaan, metode, dan teknik penyajian seni karawitan Bali,” ujarnya.
Konser Gong Kebyar yang ditampilkan dalam karya ini mengangkat tema dwi aksara suci Ang dan Ah, simbol sakral-magis dalam ajaran Hindu Bali. Filosofi dari kedua aksara ini mencerminkan siklus penciptaan dan peleburan, yang secara simbolis menggambarkan dinamika kehidupan manusia. “Api menjadi metafora energi kreatif, transformasi, dan perjalanan hidup yang penuh tantangan namun sarat makna,” tutur Kader.
Tradisi Mejaga-jaga yang dulu dilaksanakan sehari sebelum Nyepi dengan api sabut kelapa kini kembali disemai melalui karya ini. Kader berharap, melalui seni dan budaya, masyarakat Desa Pinda dapat terus menjaga harmoni dan menghidupkan kembali semangat tradisi mereka.
Karya ini mendapat dukungan penuh dari masyarakat Desa Pinda dengan melibatkan lebih dari 400 orang. Partisipan meliputi Krama Desa Adat Pinda, Sekaa Gong Dharma Kusuma Pinda, mahasiswa Prodi Karawitan ISI Denpasar, serta berbagai kelompok seni dan budaya dari wilayah sekitar Gianyar.
Melalui karya “Nuwur Geni Kahuripan Ang-Ah”, Nyoman Kader tidak hanya berhasil merekonstruksi sebuah tradisi yang nyaris terlupakan. Namun, ia juga menghadirkan sebuah inovasi seni yang memperkuat identitas budaya Bali di mata dunia. (b.)
- Teks: I Made Radheya
- Foto: I Made Radheya
- Penyunting: I Made Sujaya