Antologi puisi Renganis karya Komang Sujana terpilih sebagai penerima hadiah sastra Rancage untuk kategori sastra Bali. Renganis menyisihkan 13 karya sastra Bali lainnya. Pengumuman pemenang disampaikan panitia di Bandung, 31 Januari 2025. Selain untuk sastra Bali, hadiah sastra Rancage juga diberikan kepada pemenang untuk sastra berbahasa Sunda, Jawa, Lampung, dan Batak.
Juri hadiah sastra Rancage untuk sastra Bali, I Nyoman Darma Putra menjelaskan Renganis memuat 66 puisi dalam 90 halaman. Ada puisi pendek satu bait terdiri dari 8 kata atau 12 kata dipecah ke dalam tiga bait; ada juga yang agak panjang sampai dua halaman. Kekhasan dari antologi ini terletak pada orisinalitas bentuk, isi, dan ekspresi (diksi).
Menurut Darma Putra, paling tidak ada tiga keunggulan buku antologi puisi Rengais. Pertama, dari segi bentuk, puisi-puisi dalam antologi Renganis bervariasi, tetapi umumnya pendek, dengan menggunakan rima yang terjaga indah tetapi bukan syair atau pantun. Variasi bentuk ini membuat selera baca bebas dari kemonotonan.
“Selang-seling puisi agak panjang dan pendek juga membuat proses baca dan penyimakan jadi bervariasi,” jelas guru besar sastra di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Unud itu.
Kedua, dari segi isi dan juga amanat, puisi-puisi dalam Renganis yang berjumlah 66 judul ini hadir dengan tema yang heterogen, serbaada namun tidak berlebihan. Ada teman tentang panggilan untuk pelestarian kesenian seperti puisi “Renganis” seri 1-3 dan “Kanti Sastra”; tema kritik sosial seperti puisi “Punyah” (Mabuk) dan “Pesta kembang Api” yang dengan halus simbolik mengritik pejabat pesta pora dan lupa membantu rakyat kecil yang kotor dan homeless (tak punya rumah); dan tema ritual atau hari suci seperti hari raya “Galungan”, “Kuningan”, “Segehan” (sesajen), dan “Upacara Kedasa” (Ritual Purnama ke-10).
Ada juga empat puisi obituari, masing-masing dua judul untuk peneliti sastra Bali “I Gde Gita Purnama” dan sastrawan “I Dewa Raka Kusuma” atas keikhlasan dan bakatnya mengembangkan sastra dan sastrawan Bali modern (ngardi sastrane setata makalangan, p. 44).
Ketiga, dari segi ekspresi atau diksi, puisi-puisi Renganis tampil dengan pilihan kata yang orisinal, banyak metafora, dan kosa-kata simbolik dengan pluralitas makna yang menggairahkan keindahan puisi. Judul Renganis sendiri bisa berarti ‘irama [reng] manis’, ‘irama nis [kala atau magis] tak terlihat alias sepi’. Selain berarti ‘irama’, ‘reng’ juga berarti ‘dengarkan’, jadi renganis berarti mendengarkan (irama) yang manis atau yang nis atau magis, yang damai, yang santi.
Puisi yang Indah
“Puisi-puisi dalam Renganis sangat indah karena diksi, dan juga padat akan amanat, pentingnya melestarikan seni tembang yang bisa dikombinasi dengan karawitan dan pertunjukan berlakon,” beber Darma Putra.
Secara keseluruhan, imbuh Darma Putra, antologi Renganis ini menyampaikan berbagai rasa berbeda (memuji atau mengritik) dengan indah dan santun kadang bercanda atau bergurau tetapi amanat di dalamnya tetap kuat, tajam, dan menyayat.
Komang Sujana dilahirkan di Desa Tajun, Buleleng, Bali Utara, 28 Desember 1990. Dia merupakan guru di SMPN 2 Sawan, Buleleng. Sebelum menjadi guru, dia sempat menjadi penyuluh bahasa Bali dan perangkat Desa Tajun.
Selain Renganis, Komang Sujana sebelumnya sudah menerbitkan buku kumpulan puisi Bali, Cangkit Den Bukit yang merupakan buku puisi pertamanya. Dia meraih penghargaan Gerip Maurip dari Pustaka Ekspresi, penerbit yang juga menerbitkan buku Renganis yang kemudian mengantarkannya meraih hadiah sastra Rancage tahun 2025. Selamat, Komang Sujana!
- Teks: I Made Sujaya
- Foto: Repro Pustaka Ekspresi
- Penyunting: I Ketut Jagra