Menu

Mode Gelap
50 Pengabdi Seni dan Budaya Desa Peliatan Dianugerahi Abisatya Sani Nugraha Meningkatkan Martabat Pendidikan Pertanian di Tengah Dominasi Pariwisata Begini Kronologi Perang Puputan Margarana, 20 November 1946 Tanaman Cabai di Beranda Ruang Kelas: Catatan Harian dari SMKN 1 Petang Cemerlang SMA Paris di Usia 40 Tahun

Bali Jani · 3 Jun 2022 16:00 WITA ·

Sekaa Gong Gunung Sari, Legenda Gong Kebyar dari Peliatan


					Pementasan Tari Kebyar Terompong. Perbesar

Pementasan Tari Kebyar Terompong.

Sabtu malam, 30 Mei 2022. Kawasan ancak saji Puri Agung Peliatan, Ubud, dipenuhi penonton. Ratusan pasang mata tertuju pada panggung yang disiapkan dengan apik. Tepuk tangan bergemuruh begitu sekelompok anak-anak muda menabuh gamelan. Penonton makin terhipnotis manakala tiga penari dari generasi berbeda tampil menarikan Tari Kebyar Duduk.

Malam itu memang tengah dilakukan pementasan persiapan Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan untuk tampil dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV, Juni mendatang. Pementasan ini juga melibatkan Sekaa Gong Dharma Kesuma (gong pinda).

Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan mementaskan Tabuh Pisan Lelambatan dengan genre lelambatan pepanggulan serta menggunakan sistem kolotomi pegongan dan struktur tabuh yang pendek (pagongan pisan). Selanjutnya, disuguhkan Tari Kebyar Trompong yang dilanjutkan dengan Tari Kebyar Duduk. Karya tari ini diciptakan oleh I Ketut Marya (Mario) yang memiliki daya spontanitas, kelenturan dan keluwesan gerak tubuh. Tarian ini dilakukan dalam posisi duduk sambil dengan lincah dan ekspresifnya memainkan instrumen terompong.

Berikutnya ditampilkan Tabuh Kapiraja, yang menggambarkan keagungan dan kewibawaan Sugriwa, sang raja kera. Di akhir pertunjukan disajikan Tari Oleg Tambulilingan. Tari ini juga diciptakan I Ketut Marya dengan menggunakan konsep koreografi balet dengan materi gerak Bali. Tari ini menggambarkan seekor kumbang yang terbang mengitari bunga seakan memuji keindahan, kecantikan, dan keharumannya.

Pentas Penari Tiga Generasi

Sisi menarik dari pementasan di Ancak Saji Puri Agung Peliatan, yakni tampilnya tiga generasi penari Kebyar Duduk dalam satu panggung. Penari pertama, Anak Agung Oka Dalem yang menarikan Tari Kebyar Terompong, tarian yang masih serumpun dengan Tari Kebyar Duduk. Lalu dilanjutkan oleh Anak Agung Gde Bagus Mandera Erawan yang menarikan bagian awal Tari Kebyar Duduk. Diteruskan oleh I Made Putra Wijaya selaku generasi muda penerus yang menarikan Tari Kebyar Duduk sampai akhir.

Ketua Lembaga Seni Natya Sani Desa Peliatan, Wayan Pacet Sudiarsa mengatakan penampilan Tari Kebyar Duduk tiga generasi itu bagaikan sebuah konsep regenerasi kehidupan. Perpaduan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. “Begitulah konsep regenerasi yang dilakukan oleh para seniman seni pertunjukan Peliatan. Selalu bersinergi dalam menjaga warisan dari kecerdasan masa lampau para tokoh seniman pendahulu,” kata Pacet Sudiarsa.

Memang, Peliatan merupakan salah satu pusat kreativitas dan perkembangan seni pertunjukan Bali. Nama Peliatan sudah tidak asing lagi di telinga para pecinta seni terutama seni tari dan karawitan.

Terlebih ketika membahas tentang kesenian palegongan dan kekebyaran. Selain sebagai pusat akulturasi budaya, Peliatan juga menjadi pusat kreativitas seni yang mempertemukan beragam ide serta kebudayaan menjadi sebuah karya seni yang menggugah jiwa.

Sejak Tahun 1930-an

Sekaa Gong Gunung Sari maupun Sekaa Gong Dharma Kesuma memang sudah melegenda di Gianyar. Keduanya juga memiliki sejarah panjang hingga melahirkan seniman-seniman besar.

Sekaa Gong Gunung Sari dipraksarai almahum AA Gede Ngurah Mandera, almarhum I Made Lebah, dan almarhum I Gusti Kompiang Pangkung. Sekaa gong ini sudah berperan turut mempromosikan kesenian Bali di kancah dunia sejak tahun 1930-an.

Pacet Sudiarsa memceritakan pada awal abad ke-20, Sekaa Gong Peliatan yang sekarang dikenal dengan nama Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan, juga mengawali organisasinya dengan membentuk sekaa atau kumpulan orang yang gemar berkesenian terutama seni karawitan dan tari. Aktivitas awal yang dilakukan adalah ngelawang (seni pertunjukan keliling) dengan menggabungkan kesenian barong dan arja hingga ke Bali Utara, tepatnya di kota Singaraja.

Pada masa itu Singaraja merupakan pusat pemerintahan Hindia Belanda sehingga menjelma sebagai pusat perkembangan budaya Bali termasuk kesenian. Aktivitas sekaa ngelawang yang dilakukan sampai ke Singaraja, telah memberikan pengalaman tersendiri bagi seluruh anggota sekaa. Dalam perjalanannya, perjumpaan dengan kesenian Bali Utara menggugah hati anggotanya untuk membentuk sebuah sekaa yang lebih serius. Bentuk kesenian Bali Utara yang menggugah hati anggota sekaa ngelawang Peliatan adalah kesenian gong kebyar.

Seiring berjalan waktu dari aktivitas berkesenian, dipertemukanlah sekaa ini dengan para seniman dari seluruh Bali sehingga terjadi akulturasi budaya antara budaya Peliatan-Gianyar dengan daerah lainnya. Berbagi pengalaman yang bermuara pada penyempurnaan ide atau gagasan revolusioner pun terjadi. Hal itu membuahkan karya-karya seni tabuh dan tari yang sampai saat ini masih bisa kita nikmati.

Tur Kesenian ke Luar Negeri

Peristiwa besar pertama yang membesarkan nama Sekaa Gong Peliatan, yakni adanya undangan dari Pemerintah Hindia Belanda untuk tampil di World Colonial Exposition Paris pada tahun 1931. Penampilan di Paris inilah yang menjadikan Seka Gong Peliatan semakin dikenal di Bali, bahkan dunia.

Sekembalinya Seka Gong Peliatan dari di Paris, dibentuklah suatu kesepakatan untuk membeli seperangkat gamelan. Untuk mewujudkan hal itu, setiap anggota yang berjumlah 25 orang menyisihkan uang saku selama tiga bulan di Paris untuk biaya pembuatan gamelan. Kemudian disepakati Gunung Sari sebagai nama dari seka gong ini.

Berbekal pengalaman luar biasa dalam mengemban misi kesenian ke Paris, semangat berkesenian Seka Gong Gunung Sari Peliatan semakin membara. Aktivitas latihan secara konsisten dilakukan sehingga karya-karya baru terus tercetus. Salah satunya adalah Tari Oleg Tamulilingan yang konsepnya mengikuti pas de deux, atau tari duet, seperti halnya tari balet. Tarian ini melukiskan tentang mekar ranumnya masa remaja yang disimbolkan dengan seekor kumbang mengitari bunga bagaikan memuji keindahan dan keharuman bunga (tamulilingan ngisep sari).

Setelah itu, Sekaa Gong Gunung Sari makin sering mengikuti tur kesenian. Deretan tur yang pernah dilakukan Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan sejak tahun 1931 sampai 1998 antara lain Paris (1931), London (1932), Amerika (1952), dan Perancis (1953). Selain itu, membuat autobiografi dengan BBC London (1968), Melbourne, Sidney, dan Canberra (1971), Meksiko (1981), Los Angeles, New York, Washington DC, dan Chicago (1996). Kelompok kesenian ini juga mengikuti tur ke Eropa, seperti Paris, Jerman, Belanda, Belgia, dan Swiss (1998).

Pencapaian Peliatan tak lepas dari sikap terbuka terhadap segala bentuk perkembangan sehingga terjalin hubungan-hubungan dengan para kreator seni di berbagai daerah di Bali. Para seniman Peliatan bersinergi dan secara jujur serta tulus iklas berkarya demi khasanah seni budaya Bali yang kemudian diwariskan kepada generasi penerus.

Dalam ajang PKB mendatang, masyarakat Bali bisa kembali menikmati karya-karya legendaris Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan. Dnamika kesenian gong kebyar di Bali bisa diaamati melalui penampilan Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan dalam ajang pesta kesenian tahunan milik masyarakat Bali itu. (b.)

  • Laporan: I Made Radheya
Artikel ini telah dibaca 122 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Kalangan Muda Kurang Berminat Kunjungi Bulan Bahasa Bali

8 Januari 2025 - 22:28 WITA

50 Pengabdi Seni dan Budaya Desa Peliatan Dianugerahi Abisatya Sani Nugraha

27 Desember 2024 - 09:00 WITA

Festival Literasi Akar Rumput 2024: Safari Literasi Berbasis Komunitas di Empat Kabupaten

4 Oktober 2024 - 21:13 WITA

Digelar 23-25 Juli 2024, Rare Bali Festival Usung Tema “Tribute to Made Taro”

27 Juni 2024 - 22:23 WITA

Mengenang Kembali Dedikasi Maestro I Gusti Nyoman Lempad

27 Juni 2024 - 21:18 WITA

Tunduk Pada Pararem, LPD Kedonganan Terapkan Laporan Keuangan Adat

26 Februari 2024 - 15:18 WITA

Trending di Bali Jani