Cukup lama tradisi mapatung jelang hari raya Galungan di Kedonganan tak pernah dilakukan. Puncaknya, tatkala pemerintah membatasi penggunaan daging penyu hanya untuk kebutuhan upacara. Memang, di masa lalu, warga Kedonganan terbiasa mengolah daging penyu saat hari Penampahan Galungan.
“Jarang yang mengolah daging babi. Dulu umumnya orang mengolah daging penyu,” kata I Wayan Sukra, seorang warga Kedonganan.
Namun, sejak tahun 2011 lalu, tradisi mapatung kembali dihidupkan di Kedonganan. Namun, bentuknya berbeda. Mapatung kini difasilitasi LPD Desa Adat Kedonganan. Daging yang dijadikan bahan mapatung pun daging babi, bukan daging penyu. Revitalisasi tradisi mapatung diwujudkan dengan program Berbagi Daging Babi.
Program ini difasilitasi LPD Desa Adat Kedonganan melalui produk Simpanan Upacara Adat (Sipadat). Krama dan nasabah yang memiliki tabungan mengendap minimal Rp 200.000 berhak mendapat bagian daging babi seberat 3 kg ditambah uang bumbu senilai Rp 50.000.
“Walaupun LPD yang membeli babi dan pemotongan dilakukan di tempat pemotongan, program ini juga sama dengan tradisi mapatung. Hal ini dikarenakan LPD ini milik desa adat, dikelola warga adat dan hasilnya dikembalikan ke desa adat. Jadi, ini juga digarap bersama-sama, bergotong royong sesuai dengan spirit mapatung,” kata Kepala LPD Kedonganan, I Ketut Madra.
Senin (8/2), menjelang hari Galungan yang jatuh pada Rabu (10/2), LPD Kedonganan kembali menggelar program Berbagi Daging Babi. Seluruh krama dan nasabah LPD Kedonganan pun menyerbu jaba Pura Bale Agung sekaligus halaman parkir LPD Kedonganan membawa kupon yang sebelumnya sudah diedarkan kolektor LPD Kedonganan. Kupon itu ditukarkan dengan 3 kg daging babi dan uang bumbu Rp 50.000.
Krama dan nasabah terlihat antusias dengan program ini. Mereka menyampaikan terima kasih atas perhatian LPD Kedonganan kepada krama menyongsong hari Galungan. Tercatat 1.250 kepala keluarga (KK) krama Desa Adat Kedonganan berhak menerima daging babi dan uang bumbu. Selain itu, ratusan nasabah LPD Kedonganan berstatus krama tamiu (penduduk pendatang beragama Hindu) juga menerima hadiah daging babi ini.
Jro Junita, salah seorang krama Kedonganan mengaku senang karena program Berbagi Daging Babi ini terus berlanjut. “Ya, adalah sekadar untuk krama untuk menyambut Galungan,” kata Jro Junita.
Memang, tidak semua krama mengolah daging babi itu untuk dijadikan lawar atau sate seperti lazimnya keluarga Bali lainnya. Sebagian warga hanya menggoreng daging babi untuk melengkapi menu Galungan.
“Kalau yang suka ngelawar, daging babinya pasti diolah untuk bahan lawar. Tapi, sekarang banyak yang sudah tidak ingin repot. Kalau lawar tinggal beli. Nah, daging babinya digoreng-goreng saja,” tutur Nyoman Sulendra.
Bendesa Adat Kedonganan, I Ketut Puja bersyukur karena krama Desa Adat Kedonganan begitu antusias datang ke jaba Pura Bale Agung untuk mengambil hadiah daging babi. Dia berharap revitalisasi tradisi mapatung sebagai program sinergi antara Desa Adat Kedonganan dan LPD itu akan terus berlanjut sehingga bisa membantu krama merayakan hari Galungan. (b.)
- Penulis: I Made Sujaya