Desa Adat Kuta secara resmi menyatakan penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa. Penolakan ini merupakan keputusan paruman Desa Adat Kuta, Sabtu (23/1).
“Desa Adat Kuta menolak reklamasi dengan alasan melestarikan yang namanya tetamian panglingsirBali. Itu berupa kawasan suci di Teluk Benoa, berupa pura, muntig, beji, lolohan, dan campuhan,” tegas Swarsa.
Swarsa di bagian lain juga menjelaskan paruman memang harus dilakukan agar diperoleh sebuah keputusan yang memiliki dasar yang kuat. Terlebih lagi aspirasi warga Kuta sudah diterimanya, sehingga hal itu dijadikan dasar untuk menggelar paruman desa adat.
Lebih lanjut Swarsa mengatakan hasil paruman ini akan ditindaklanjuti dengan membuat surat yang ditujukan kepada pihak-pihak pengambil kebijakan. Salah satu tuntutan pihaknya yakni pencabutan Perpres Nomor 51 tahun 2013. Surat itu akan ditembuskan kepada desa adat sekitar, Majelis Madya Desa Pakraman, dan Majelis Utama Desa Pakraman.
Swarsa menegaskan aspirasi yang ditelorkan Desa Adat Kuta ini merupakan ini hasil dari sangkepan banjar yang diperkuat pula oleh kajian berdasarkan lontar. Karenanya dia berharap investor bisa memahami hal itu.
Swarsa juga menegaskan kalau kawasan suci yang ada di Teluk Benoa tidak akan hilang walaupun seandainya peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat menghilangkan kawasan suci ini. Bagi pihaknya di Desa Adat Kuta, secara faktual areal itu masihlah kawasan suci. “Masih ada masyarakat yang bersembahyang di muntig, Pura Dalem Karang, Batu Lumbang, dan sebagainya. Ini harus menjadi suatu hal yang sangat diperhatikan oleh pemerintah,” sarannya.
Sebelumnya penolakan reklamasi teluk benoa memang disuarakan oleh 12 banjar yang ada di Kuta serta LPM Kuta. Bahkan suara penolakan ini ditunjukkan dalam aksi demo di Pantai Kuta beberapa waktu lalu. (b.)
http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI