Menu

Mode Gelap
Keragaman Fantasi dalam Festofantasy HUT ke-39 SMA Paris Edukasi Kesejahteraan Hewan, Ajak Anak-anak Kenali Zoonosis Kirab Nasionalisme Hari Kemerdekaan ala Desa Adat Kedonganan Baca Puisi Tak Sekadar Intonasi, Tapi Interpretasi: Dari LBP FULP se-Bali 2023 “Duwe” Desa Adat, Krama dan Prajuru Adat Wajib Bentengi LPD

Bali Jani · 5 Des 2015 23:16 WITA ·

Perempuan Bali Kini Berhak Dapat Warisan, Begini Perhitungannya


					Perempuan Bali Kini Berhak Dapat Warisan, Begini Perhitungannya Perbesar

Hukum waris dalam adat Bali kini memasuki era baru. Jika selama ini perempuan tidak berhak atas warisan dari orang tuanya, kini perempuan Bali memiliki setengah dari hak waris yang diberikan kepada saudara laki-lakinya.

Ketentuan mengenai hak waris perempuan Bali ini merupakan hasil Pesamuhan Agung III yang digelar pada 15 Oktober 2010. Hal itu dituangkan dalam Keputusan Pesamuhan Agung MUDP Bali Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 yang mengatur ketentuan baru terkait hak ahli waris bagi kaum perempuan (pradana). Keputusan ini kini terus disosialisasikan ke desa-desa pakraman di seluruh Bali agar ditindaklanjuti dengan mengadopsinya ke dalam awig-awig atau pararem.

Dalam Keputusan Pasamuhan Agung MUDP Bali itu disebutkan ahli waris yang kawin ke luar dan berstatus pradana atau tidak berada di rumah –dalam istilah Bali disebut ninggal kadaton terbatas–, berhak atas sepertiga dari warisan gunakaya (hasil kerja/harta gono gini) orang tuanya, setelah dikurangi sepertiga untuk duwe tengah atau untuk perawatan orang tua. Dengan kata lain, perempuan mendapat setengah dari harta warisan gunakaya yang diterima oleh saudara laki-lakinya yang berstatus purusa.

Namun, ahli waris yang dikategorikan ninggal kadaton penuh atau pindah agama, tidak berhak sama sekali atas harta warisan, tetapi dapat diberikan bekal (jiwa dana) oleh orang tuanya.

Sebelum adanya keputusan Pesamuhan Agung MUDP Bali, yang berlaku adalah nilai-nilai dalam hukum agama yang dalam konteks kapurusa bahwa harta warisan dilanjutkan kepada ahli waris laki-laki, sedangkan perempuan hanya mendapatkan pemberian yang disebut harta bawaan (tatadan) yang pemberiannya tergantung kepada kedudukan ahli waris laki-laki.

Mengenai harta tetamian (harta pusaka atau leluhur), tetap melekat pada purusa atau pihak laki-laki karena dalam Hindu dia yang mempuyai kewajiban material dan immaterial dalam keluarga.

Pakar hukum adat Bali yang juga Nayaka MUDP Provinsi Bali, Wayan P. Windia menyatakan Keputusan Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) pada 2010 yang bisa menjadi rujukan penyelesaian perkara soal waris menurut hukum adat Bali. “Hakim dan pihak bersengketa disarankan mengutamakan keputusan MUDP dari pada rujukan lain yang sebelumnya berlaku,” tambahnya. Keputusan baru ini lebih memberikan keadilan pada perempuan karena memberikan kepastian tentang kedudukan istri dan anak terhadap warisan saat berumahtangga dan jika bercerai.

Pewarisan, menurut hukum adat Bali, sejatinya tak hanya membagi harta warisan tapi mengandung arti pelestarian dan pengurusan kewajiban pewaris. Pihak perempuan yang berhak atas warisan adalah yang menikah dengan status ninggal kedaton terbatas, perempuan yang melangsungkan pernikahan biasa (bukan pindah agama), laki-laki yang nyentana, dan anak angkat.

Demikian juga jika dalam kasus perceraian, disepakati pihak laki atau perempuan dapat kembali ke rumah remajanya dengan hak dan kewajiban yang sama. Keduanya berhak atas pembagian harta bersama dengan prinsip bagi rata. Anak bisa diasuh pihak ibu tanpa memutuskan ubungan hukum dan kekeluargaan dari pihak ayah.

“Aturan ini lebih baik dibanding aturan pewarisan lain seperti Paswara 1900 pada zaman kolonial dan awig-awig desa pekraman lainnya yang tak mengatur secara jelas hal ini,” kata Windia.

Ketentuan hak waris perempuan Bali yang telah diputuskan dalam Pesamuhan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) diharapkan dapat segera diatur dalam pararem atau kesepakatan bersama di setiap desa adat. Para bendesa (kepala desa adat) dapat segera memasukkan ketentuan ini dalam pararem dan awig-awig (ketentuan tertulis).

Sejatinya, pembagian hak waris yang sama sejak lama sudah diberlakukan di desa Bali Aga, Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Desa kuno ini menganut sistem pewarisan parental. Baik anak laki-laki maupun perempuan mendapatkan hak waris yang sama. Tak ada pembedaan.

Warisan diberikan dengan sistem pembagian yang adil. Warisan dibagi setelah dipotong biaya upacara orang tuanya yang meninggal. Sementara rumah yang ditinggalkan akan menjadi hak dari anak yang terkecil. Yang diwarisi itu bukan saja harta benda. Kalau orangtuanya itu memiliki utang, mereka juga harus menanggungnya. (b.)

  • Penulis: I Made Sujaya
Artikel ini telah dibaca 251 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Kirab Nasionalisme Hari Kemerdekaan ala Desa Adat Kedonganan

17 Agustus 2023 - 16:38 WITA

Baca Puisi Tak Sekadar Intonasi, Tapi Interpretasi: Dari LBP FULP se-Bali 2023

8 Agustus 2023 - 15:57 WITA

“Duwe” Desa Adat, Krama dan Prajuru Adat Wajib Bentengi LPD

31 Juli 2023 - 19:48 WITA

“Ah”, Putu Wijaya Tak Pernah Berhenti Mengajak Berpikir

30 Juli 2023 - 22:10 WITA

Selain Seksualitas, Ada Juga Sisi Gelap Bali dalam Novel Ayu Utami

28 Juli 2023 - 11:12 WITA

Sederet Pekerjaan Rumah Bali Sebelum Gelar Pameran Buku Internasional

23 Juli 2023 - 23:16 WITA

Trending di Bali Jani