Desa Adat Kedonganan, Kecamatan Kuta, Badung kembali menggelar upacara ngaben dan nyekah atau disebut juga karya atiwa-tiwa lan atma wedana secara massal untuk keempat kali. Upacara yang puncaknya dilaksanakan Senin (5/10) kemarin itu merupakan karya yadnya pengarep sawa dan krama desa yang difasilitasi desa adat serta dimotori LPD. Yang menarik, krama peserta ngaben dan nyekah tidak mengeluarkan biaya, sehingga warga setempat menyebutnya sebagai ngaben dan nyekah gratis. Kenyataannya, biaya upacara ini diambil dari hasil pengelolaan (pikolih) dana krama melalui program Simpanan Upacara Adat (Sipadat) di LPD Kedonganan. Inilah buah sinergi program desa adat dan LPD yang layak dikembangkan desa-desa lain di Bali.
Prosesi Ngaben dan Nyekah Massal Kedonganan 2015 (balisaja.com/panitia) |
Bendesa Adat Kedonganan, I Ketut Puja menjelaskan karya atiwa-tiwa lan atma wedana ini memang merupakan program rutin desa adat tiap tiga tahun. Pertama kali program ini digelar tahun 2006. Kendati begitu, pelaksana yadnya sesungguhnya krama pangarep sawa didukung krama desa dengan dilandasi konsep pasidhikaran(saling bantu dan gotong-royong untuk menyukseskan suatu upacara).
“Desa adat sifatnya memfasilitasi agar upacara ini berjalan sukses dan semangat manyama braya dan gotong-royong krama terjaga. Adapun motor penggerak upacara ini sebagai sumber pendanaan, yakni LPD yang merupakan lembaga keuangan komunitas milik desa adat,” kata Puja.
Kepala LPD Desa Adat Kedonganan, I Ketut Madra mengakui biaya pelaksanaan upacara ini sepenuhnya ditanggung LPD Kedonganan. Menurut Madra, ngaben dan nyekah massal merupakan labda (manfaat) yang diberikan LPD sebagai lembaga keuangan khusus komunitas adat Bali milik desa adat kepada krama Desa Adat Kedonganan selaku pemilik sekaligus nasabah LPD melalui program Simpanan Upacara Adat (Sipadat). Kramapeserta ngaben dan nyekah sama sekali tidak dikenakan biaya.
“Krama memang tidak mengeluarkan biaya secara langsung untuk ikut dalam upacara ini. Itu sebabnya warga menyebut upacara ngaben dan nyekahmassal ini gratis. Akan tetapi, krama-lah yang sesungguhnya membiayai upacara ini melalui kegiatan pengelolaan dana krama di LPD, khususnya program tabungan Sipadat,” kata Madra.
Puja dan Madra menambahkan upacara ngaben dan nyekah secara massal bertujuan memperkuat bangunan kebersamaan di antara krama desa. Menurut keduanya, ngabendan nyekah massal ini tidak sekadar untuk menghemat biaya, tetapi yang jauh lebih penting memupuk semangat kebersamaan dan persatuan di antara kramadesa.
Ketua Panitia, I Made Sukada menjelaskan upacara ngaben diikuti 55 sawa, ngelangkir dan ngelungah sebanyak 75 sawa dan nyekah diikuti 100 sekah. Peserta berasal dari seluruh banjar adat di wilayah Desa Adat Kedonganan. Upacara di-puput enam sulinggih.
Sukada menjelaskan rangkaian karya atiwa-tiwa lan atma wedana sudah dimulai pada Jumat (4/9) lalu yang ditandai dengan matur piuningdan nyukat genah pangorong. Jumat (2/10) lalu dilaksanakan upacara ngulapin. Sabtu (3/10) dilanjutkan dengan nunas tirtha pangaskaran. Minggu (4/10) dilaksanakan upacara pangaskaran, saji tarpana, ngunggahang damar kurung dan nyimpangang adegan ke soang-soang sawa. Puncak upacara ngaben dilaksanakan Senin (5/10).
Puncak upacara atma wedanaatau nyekah dilaksanakan pada Senin (17/10) mendatang. Rangkaian upacara diakhiri dengan nyegara gunung dan nampiang ring Hyang Guru pada Rabu (21/10) mendatang. (b.)
http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI