PENOLAKAN berbagai kalangan di Bali terhadap dihapuskannya bahasa Bali dalam kurikulum baru 2013 membuahkan hasil. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyetujui usulan bahasa Bali menjadi mata pelajaran tersendiri dengan memenuhi sejumlah persyaratan dan ketentuan. Pengaturan pelajaran bahasa Bali ini dilakukan di tingkat daerah.
Kabar mengenai tetap dimasukkannya bahasa Bali dalam kurikulum 2013 itu disampaikan anggota Komisi IV DPRD Bali, Cokorda Raka Kerthiyasa , 4 April 2013 lalu. “Dalam pertemuan dengan Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut, pemerintah pusat menyetujui usulan bahasa Bali menjadi mata pelajaran sendiri dengan memenuhi persyaratan dan ketentuan tersebut,” kata Cok Raka Kerthiyasa.
Cok Kerthyasa bertemu pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama rombongan Pemprov Bali yang melakukan koordinasi mengenai kurikulum 2013. Rombongan berjumlah tujuh orang, yakni tiga orang anggota Komisi IV DPRD Bali (Tjokorda Kertyasa, Kari Subali, dan Utami), Kadisdikpora Bali (Ngurah Sujaya), Kepala LPMP Bali (Made Alit Mariana) dan Ketua Forum Aliansi Bahasa Daerah Bali dan anggota sebanyak dua orang.
Tiga persyaratan yang harus dipenuhi dalam memperkuat menjadi kurikulum bahasa Bali adalah harus ada peraturan gubernur, data guru pengajar bahasa daerah dan surat rekomendasi yang menyatakan perguruan tinggi memiliki jurusan bahasa daerah (Bali). Persyaratan tersebut antara lain seperti kesiapan tenaga pengajar khusus bahasa Bali sangat penting, karena jika sudah menjadi kurikulum dalam mata pelajaran sekolah mulai jenjang pendidikan SD hingga SMA dan SMK, maka guru pengajarnya harus guru bahasa daerah. “Oleh karena itu data guru bahasa daerah Bali harus disertakan, sehingga pemerintah pusat juga akan menganggarkan dana untuk gaji guru tersebut,” ucap Cok Raka Kerthiyasa yang juga tokoh Puri Ubud itu. Dengan ada kejelasan dari pemerintah pusat untuk memasukkan bahasa daerah (Bali) menjadi kurikulum baru, maka pelestarian bahasa Bali akan berkelanjutan.
Setelah ada kepastian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kini tinggal menuggu keluarnya Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai pelajaran bahasa Bali di sekolah-sekolah di Bali. Sebelumnya, Gubernur Bali Made Mangku Pastika juga berjanji segera menerbitkan peraturan gubernur (Pergub) Bahasa Bali.
Sebelumnya berbagai kalangan, seperti akademisi, guru-guru, mahasiswa dan pemerhati bahasa Bali memprotes dihapusnya pelajaran bahasa Bali dalam kurikulum 2013. Ketua Aliansi Peduli Bahasa Daerah (APBD) se-Bali, I Nyoman Suka Ardiyasa mengatakan dalam kurikulum baru yang akan diberlakukan Juli mendatang, bahasa Bali ternyata dihapuskan dalam pengajaran. Namun, pelajaran bahasa Sunda dan bahasa Jawa tetap dipertahankan. Hal ini dinilai sebagai bentuk diskriminasi.
Saat memimpin aksi unjuk rasa ke DPRD Bali, 1 April 2013 lalu, Suka Ardiyasa menilai bahasa Bali seperti dianaktirikan dalam kurikulum 2013. Kondisi itu dikhawatirkan berdampak pada tidak keluarnya uji kompetensi guru (UKG) bahasa Bali dan bahkan hal itu dipandang tidak sesuai dengan tujuan utama dari pelaksanaan UKG.
Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta juga sependapat dan mengakui bahasa Bali kini sedang dianaktirikan dalam kurikulum 2013. Di satu pelajaran bahasa daerah Bali dihapus, di sisi lain pelajaran bahasa daerah lain tetap dipertahankan.Parta khawatir perubahan kurikulum dengan menghapus bahasa daerah Bali akan berdampak pada terjadinya pergeseran budaya. Siswa tidak lagi mengenal bahasa daerahnya. Padahal hampir seluruh warisan kebudayaan daerah Bali disuratkan dalam bahasa Bali. Secara faktual pun, bahasa Bali digunakan sebagai bahasa sehari-hari di tengah masyarakat Bali. (b.)
http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI