Desa Adat Penglipuran, Bangli termasuk desa Bali Aga. Seperti lazimnya desa-desa Bali Aga lainnya, Penglipuran juga menerapkan sistem kepemimpinan ulu-apad. Apalagi, Penglipuran diyakini sebagai sebagai pengembangan dari Bayung Gede. Namun, istilah yang digunakan di Penglipuran berbeda. Jika Bayung Gede dan Bonyoh menggunakan istilah Paduluan Saih Nem Belas, Penglipuran menggunakan istilah Kancan Roras.
Kenapa disebut Kancan Roras? Karena jumlah pasang pemimpinnya 12 (roras) pasang. Kedua belas keluarga yang duduk di Kancan Roras itu dibagi ke dalam enam pasang jabatan. Keluarga yang menduduki nomor urut 1 disebut Jero Kubayan Muncuk, sedangkan yang nomor urut 2 disebut Jero Kubayan Nyoman. Tugasnya, memimpin upacara adat dan agama yang dilaksanakan di desa.
Keluarga yang memiliki nomor urut 3 disebut Jero Bahu Muncuk dan nomor empat disebut Jero Bahu Nyoman. Tugas Jero Bahu, sebagai pembantu Jero Kubayan memimpin upacara. Jero Bahu ini sudah disucikan dan nantinya menggantikan Jero Kubayan.
Sementara keluarga bernomor urut 5 disebut Jero Singgukan Mucuk serta nomor urut 6 disebut Jero Singgukan Nyoman. Tugas Jero Singgukan juga membantu tugas-tugas Jero Kubayan khususnya mengecek sejauh mana perlengkapan upacara sudah disiapkan. Jero Singgukan yang mengkoordinir persiapan segala macam perlengkapan upacara adat.
Setelah Jero Singgukan ada yang disebut Jero Cacar. Yang duduk di posisi ini adalah keluarga dengan nomor urut 7 sebagai Mucuk dan nomor urut 8 sebagai Nyoman. Seperti namanya, Jero Cacar bertugas membagi tugas-tugas membuat sesaji selama persiapan upacara kepada krama.
Masih dalam kaitan penyiapan keperluan upacara, ada juga Jero Balung yang bertugas mempersiapkan hewan-hewan korban. Yang memegang posisi ini adalah keluarga nomor urut 9 dan 10, masing-masing sebagai Mucuk dan Nyoman. Terakhir, ada Jero Pati yang bertugas untuk mengawali memotong hewan-hewan korban. Keluarga yang menduduki jabatan ini adalah yang memiliki nomor urut 11 selaku Mucuk dan nomor urut 12 selaku Nyoman.
Namun, kepemimpinan sistem ulu-apad di desa-desa tersebut kini hanya diberi kewenangan untuk menangani masalah upacara adat dan agama. Urusan pemerintahan adat sehari-hari dilaksanakan bendesa adat. Jabatan bendesa adat inilah yang dipilih secara langsung oleh masyarakat. Karenanya, di desa-desa tersebut dikenal menggunakan sistem kepemimpinan ganda. (b.)
Penulis: Ketut Jagra