Menu

Mode Gelap
50 Pengabdi Seni dan Budaya Desa Peliatan Dianugerahi Abisatya Sani Nugraha Meningkatkan Martabat Pendidikan Pertanian di Tengah Dominasi Pariwisata Begini Kronologi Perang Puputan Margarana, 20 November 1946 Tanaman Cabai di Beranda Ruang Kelas: Catatan Harian dari SMKN 1 Petang Cemerlang SMA Paris di Usia 40 Tahun

Rerahinan · 31 Mei 2014 03:28 WITA ·

“Nyaagang”, Tradisi Penutup Sembahyang Kuningan di Klungkung


					“Nyaagang”, Tradisi Penutup Sembahyang Kuningan di Klungkung Perbesar

Waktu menunjukkan pukul 10.00 Wita. Nyoman Tirtha, warga Kusamba, Klungkung buru-buru mengeluarkan sesaji ke depan gerbang rumahnya. Sesaji itu kemudian digelar di atas tikar pandan menghadap ke jalan. Disertai anggota keluarga lain, doa dengan kalimat sederhana pun meluncur dari bibirnya. Sebagai tanda penutup ritual, mereka pun nyurud (menikmati sisa sesaji) bersama.

Begitulah ritual nyaagang yang menjadi tradisi masyarakat Klungkung. Biasanya, ritual nyaagangdilaksanakan setelah persembahyangan hari suci Kuningan selesai dilaksanakan. Karena persembahyangan hari suci Kuningan tak boleh melewati tengah hari, maka ritual nyaagang akan dilaksanakan sekitar pukul 10.00 hingga sebelum pukul 12.00.

Nyaagang ini sebagai pertanda upacara hari suci Kuningan sudah berakhir dan para leluhur kini akan kembali ke kahyangan. Sebelum para leluhur pulang ke kahyangan, maka dihaturkan sesaji,” urai Nyoman Tirtha menjelaskan makna upacara nyaagang.

Hampir seluruh masyarakat Klungkung memang melaksanakan ritual nyaagang saban hari suci Kuningan. Tak diketahui secara jelas sejak kapan ritual ini mulai muncul di Klungkung.

“Kami sudah nami (mewarisi) seperti ini sejak dulu,” kata Ni Wayan Pica, seorang warga Klungkung lainnya.

Memang, masyarakat awam tak banyak memahami makna upacara nyaagang ini. Namun, jika ditelisik secara etimologis, kata nyaagang berasal dari kata saagang dalam bahasa Bali yang berarti ‘hidangkan’.

Karena itu, nyaagang kemungkinan besar merupakan sebuah ritual menyajikan hidangan berupa sesaji kepada para leluhur sebelum kembali ke kahyangan. Nyaagangtampaknya semacam ritual perjamuan sebagai ungkapan syukur dan terima kasih kepada para leluhur yang telah berkenan hadir dalam rangkaian upacara hari suci Galungan dan Kuningan sekaligus memberikan berkah kepada seluruh keluarga.

Menurut kepercayaan masyarakat Bali, para leluhur sudah hadir pada saat hari Sugihan. Sepanjang hari Sugihan hingga Kuningan, para leluhur memberikan berkahnya bagi seluruh keluarga.

Nyaagang sebagai ritual perjamuan bagi leluhur bisa dilihat dari bentuk sesaji yang dihaturkan. Di antaranya, banten soda, beralas daun timbul (keluwih), sepan (tebu), utu, biu krutuk, tigasan dan sejumlah sesaji lainnya.

“Doa yang dihaturkan pun memang ditujukan kepada para leluhur. Isinya berupa ungkapan terima kasih dan syukur atas kesediaan para leluhur untuk turun dan memberi berkah sepanjang hari suci Galungan dan Kuningan. Selanjutnya para leluhur diharapkan turun lagi saat hari Galungan dan Kuningan enam bulan lagi,” kata Dewa Gede Anom, tokoh masyarakat Paksebali, Klungkung.

Di Paksebali, kata Dewa Anom, nyaagang dilakukan di dua tempat yakni di sanggah/merajan serta di lebuh (gerbang) rumah. Nyaagangdi sanggah/merajan dihaturkan bagi para leluhur yang sudah suci. Sementara nyaagang di lebuh rumah dihaturkan bagi para leluhur yang belum disucikan. “Kan ada leluhur yang sudah di-aben tetapi belum diupacarai ngerorasin,” kata Dewa Anom. (b.)

  • Penulis: I Ketut Jagra
Artikel ini telah dibaca 323 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

“Banyupinaruh”: “Malukat” Dahulu, “Nyurud Nasi Pradnyan” Kemudian

21 Mei 2023 - 08:18 WITA

Pamacekan Agung, Titik Temu Galungan-Kuningan

9 Januari 2023 - 11:54 WITA

Hari Ini Nyepi Segara di Kusamba, Begini Sejarah, Makna, dan Fungsinya

9 November 2022 - 08:17 WITA

“Nyaagang” di Klungkung, “Masuryak” di Tabanan: Tradisi Unik Hari Kuningan

18 Juni 2022 - 14:29 WITA

Magalung di Kampung: Sembahyang Subuh, Munjung ke Kuburan, Malali ke Pesisi

8 Juni 2022 - 16:31 WITA

Tiga Jenis Otonan dalam Tradisi Bali

26 Mei 2022 - 00:57 WITA

Trending di Sima Bali