Oleh: I MADE SUJAYA
Beruntunglah Bali karena mewarisi tradisi Nyepi. Tradisi yang ditandai dengan penghentian segala aktivitas itu ternyata bukan semata sebagai ritus keagamaan yang kaya makna filosofis-spiritual, tetapi juga sebuah laku nyata merawat bumi.
Tengoklah, saat Nyepi manusia menghentikan aktivitasnya secara total. Tidak bekerja, tidak bepergian, tidak menyalakan api yang berarti menghemat energi, serta tidak menghibur diri. Alam dibiarkan beristirahat, bumi dibiarkan menikmati kebebasannya.
Sehari sebelumnya, manusia Bali melaksanakan ritus tawur kesanga. Sebuah ritual keagamaan yang sejatinya bermakna sebagai peringatan kepada manusia Bali untuk senantiasa ingat bahwa mereka berutang kepada bumi. Karena itu, mereka mestilah membayarnya lewat tawur. Karenanya, tawur mestilah dialirkan menjadi laku senyata-nyatanya menjaga dan merawat bumi.
Sepertinya, para tetua Bali di masa lalu bervisi dan berkesadaran universal utuh-menyeluruh. Bahwa alam ini adalah sahabat terpenting manusia. Manusia berhutang besar kepada alam, kepada bumi. Karena itu, manusia patutlah berterima kasih kepada alam.
Berterima kasih kepada alam itu kemudian dituangkan dalam aneka tradisi yang sarat makna jaga lingkungan. Mulai dari hari untuk mengucap syukur dan terima kasih kepada tumbuh-tumbuhan (Tumpek Pengatag), hewan (Tumpek Kandang), caru, tawur dan aneka tradisi kental visi berkesadaran lingkungan.
Puncaknya, manusia Bali diajak semakin menyelami ungkapan terima kasih kepada alam itu melalui Nyepi. Alam dibiarkan beristirahat, bebas dari segala eksploitasi manusia yang terkadang tanpa batas juga liar.
Ibarat mesin, alam ini memang perlu diistirahatkan. Bebannya perlu diringankan. Jika terus dipaksakan untuk bekerja menopang keinginan manusia yang terus membuncah, mesin itu bisa meledak, hancur dan mencelakakan manusia.
Manusia sendiri juga perlu istirahat. Tidak mungkin manusia bisa bekerja sepanjang hari penuh. Manusia perlu tidur, menutup mata untuk mengembalikan energi sehingga keesokan harinya bisa segar kembali. Orang yang tidak mendapat istirahat yang cukup akan kelihatan kusut, tidak bersemangat. Begitu juga alam. Jika tidak pernah diberikan kesempatan beristirahat, alam akan kelelahan, Ujung-ujungnya, alam tak bisa lagi menopang segala keinginan manusia. Bahkan, alam pun akan bereaksi logis yang berakibat pada gundahnya manusia.
Pemanasan global yang kini mengguncang dunia merupakan akibat dari alam yang tidak pernah diberikan kesempatan beristirahat. Milyaran penduduk dunia tiada henti mengeksploitasi bumi ini. Akibatnya, alam pun bereaksi logis, tatanan iklim menjadi berubah, cuaca menjadi kacau yang ujung-ujungnya memengaruhi kehidupan manusia. Sekali lagi, alam sedang bereaksi logis sesuai hukumnya. Alam tidak sedang marah, alam tidak sedang membalas dendam. Alam tidak mengenal marah, alam tidak mengenal dendam. Kitalah yang tidak bisa bersahabat dengan alam, kendati pun alam sudah memberikan segalanya kepada kita.
Karenanya, menawarkan tradisi Nyepi kepada dunia penting untuk dilakukan. Bukan untuk sebuah kebanggaan sebagai orang Bali, sebagai orang Hindu, tetapi tugas suci sebagai manusia yang mendiami bumi tercinta ini.
Mungkin tidak secara utuh tradisi Nyepi diadopsi karena tentu amatlah sulit bagi dunia untuk menghentikan aktivitas dalam sehari. Akan tetapi, setidaknya spirit utama Nyepi ditonjolkan yakni menahan diri dan hemat energi. Alangkah eloknya jika sehari kita tidak menggunakan bahan bakar dari fosil, semacam hari bebas bahan bakar fosil. Ini tentu akan sangat mebantu mengurangi emisi gas karbondioksida di udara. (b.)
_____________________________
Foto: I MADE SUJAYA
Penyunting: I KETUT JAGRA
http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI