Desa Tenganan Pagringsingan memiliki sejarah yang menarik. Asal-usul desa ini berkaitan erat dengan kisah orang-orang Desa Paneges memburu kuda Raja Bedahulu, raja Bali Kuno terakhir sebelum ditaklukkan Majapahit.
Desa Paneges diyakini berada di daerah Bedulu, Gianyar, dekat dengan Pura Goa Gajah kini.
Diceritakan, Raja Bedahulu memiliki kuda kesayangan yang bernama Kuda Once Srawa. Tatkala akan melaksanakan yadnya atau upacara, kuda sang Raja menghilang. Padahal, kuda ini bakal digunakan sebagai hewan korban dalam upacara tersebut.
Untuk mencari Kuda Once Srawa, Raja Bedahulu pun menugasi para patih dan prajuritnya yang disebar ke segala arah. Orang-orang Paneges mendapat tugas mencari kuda itu ke arah Timur.
Ternyata, rombongan orang-orang Paneges ini berhasil menemukan kuda sang Raja. Kuda tersebut ditemukan di sebuah hutan lebat yang dikelilingi bukit-bukit kecil. Hanya, yang menyedihkan, kuda yang dikeramatkan itu ditemukan dalam keadaan sudah mati.
Tidak diketahui sebab-sebab kematiannya. Tiada bekas luka, tidak pula tanda-tanda penyakit.
Penemuan Kuda Once Srawa yang sudah mati itu pun dilaporkan kepada Raja Bedahulu. Sang Raja tentu saja bersedih hati. Namun, raja bijaksana itu tetap menghargai jasa-jasa orang-orang Paneges itu. Sebagai hadiah, mereka diberi kekuasaan atas tempat ditemukannya mayat kuda tersebut dengan luas sejauh bau busuk bangkai kuda itu bisa dicium.
Namun, orang-orang Paneges itu cukup cerdik juga. Bangkai kuda itu pun dipotong-potongnya dan potongan-potongan itu dibawa berkeliling ke segenap penjuru, sehingga wilayah kekuasaan orang-orang Peneges menjadi lebih luas. Sampai akhirnya terdengar sabda dari Dewa Indra, “Sudah cukup!”.
Perluasan wilayah pun dihentikan. Tempat terdengarnya sabda Tuhan itu disebut Pengulap-ulapan dan belakangan menjadi sebuah pura dengan nama Pura Batu Madeg karena diyakini sebagai tempat pertama kalinya Ida Batara ngadeg (berdiri).
Di tempat-tempat diletakkannya potongan bangkai kuda itu pun didirikan tempat pemujaan dengan tanda atau simbol berupa batu. Di bagian utara Tenganan Pagringsingan terdapat candi yang menggambarkan kemaluan kuda berdiri tegak.
Warga Desa Tenganan Pegringsingan menyebutnya sebagai Kaki Dukun. Tak jauh dari Kaki Dukun terdapat bentuk monolit terbesar yang disebut dengan nama Batu Taikik. Warga Tenganan menganggap ini sebagai bekas cercahan isi perut Kuda Once Srawa.
Ada juga Rambut Pule yang berupa onggokan batu-batu kali yang tersusun sedemikian rupa yang dipercayai sebagai bekas kepala kuda.
Di bukit sebelah barat, ada peninggalan yang diyakini sebagai bekas paha kuda dan disebut Penimbalan. Terakhir, di bukit barat laut terdapat Batu Jaran yang diyakini sebagai tempat pertama kalinya Kuda Once Srawa ditemukan.
Awalnya, wilayah yang ditempati orang-orang Peneges itu sampai di pesisir Pantai Ujung. Ini tersurat dalam lontar Usana Bali maupun Prasasti Ujung. Namun, karena terkena abrasi air laut yang parah dan serangan ikan hiu, orang-orang ini pun pindah ke tengah.
Hingga kini antara warga Tenganan dan Ujung masih memiliki hubungan. Saat dilaksanakan upacara di Pura Segara Ujung, warga Tenganan bakal tangkil.
Perihal nama Tenganan masih belum jelas benar karena ada beberapa versi. Seorang peneliti, R. Goris menyatakan kata Tenganan sudah ditemukan dalam salah satu prasasti Bali dengan kata Tranganan. Kata ini kemudian berkembang menjadi Tenganan.
Peneliti lainnya, V.E. Korn menyebut Tenganan berasal dari kata ngatengahang (bergerak ke tengah). Ini berkaitan dengan cerita berpindahnya warga Tenganan dari pesisir Pantai Ujung mencari tempat lebih ke tengah.
Versi lainnya menyebut Tenganan berasal dari tengen (kanan). Ini berkaitan dengan cerita warga Tenganan berasal dari orang-orang Paneges. Paneges berarti pasti atau tangan kanan. (b.)
- Penulis: I Made Sujaya