Sepanjang rentang waktu hari raya Galungan dan Kuningan, ada satu hari raya yang mendapat perhatian khusus orang Bali, yakni pada Soma Kliwon wuku Kuningan yang jatuh pada Senin, 9 Januari 2023 ini. Orang Bali menyebutnya sebagai Hari Pamacekan Agung. Hari raya ini jatuh tepat lima hari setelah hari Galungan dan lima hari sebelum hari raya Kuningan.
Karena berada di tengah-tengah antara hari Galungan dan Kuningan, hari Pamacekan Agung diyakini keramat. Karena itu, orang Bali melaksanakan ritual khusus pada hari itu.
Dalam lontar Sundarigama disebutkan bahwa Pamacekan Agung sebagai saat untuk mengembalikan segala kekuatan negatif (ngunduraken sarwa bhuta kabeh). Sementara dalam lontar Dharma Kahuripan menyebut Pamacekan Agung sebagai saat tepat memusatkan diri dengan jalan tapa kepada Sanghyang Dharma (panincepan ikang angga sarira maka sadhaning tapasya ring Sanghyang Dharma).
“Pamacekan Agung merupakan hari pemujaan untuk mengembalikan Sang Bhuta Galungan beserta segala pengikutnya kembali ke tempat asalnya,” jelas Ni Made Sri Arwati dalam buku Upacara Upakara Agama Hindu Berdasarkan Pawukon.
Lontar Sundarigama juga memberi petunjuk mengenai laku upacara dan upakara yang dipersembahkan saat Pamacekan Agung, yakni segehan agung dengan memakai panyambleh ayam samalulung. Upacara dilakukan di lebuh atau depan pekarangan rumah.
“Segehan agung itu dilengkapi dengan api takep (api dalam tangkupan sabut kelapa) dan tetabuhan arak berem,” jelas IB Sudarsana dalam buku Acara Agama Hindu.
Selain itu, di setiap palinggih di sanggah atau merajan dipersembahkan banten sodan. Seluruh anggota keluarga bersembahyang memohon agar Tuhan memberikan kekuatan dan keteguhan batin agar terhindar dari godaan bhuta kala di dalam diri.
Dosen Agama Hindu di Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali, Ida Bagus Gde Bawa Adnyana menjelaskan umat Hindu di Pulau Dewata percaya adanya perayaan Pamacekan Agung bertujuan agar Sang Bhuta Galungan (nafsu untuk menang dengan berbagai dalih dan cara yang tidak sesuai dengan norma maupun etika agama) dengan para pengikutnya kembali ke asalnya. Dalam kesempatan ini, mereka meyakini bahwa momen ini dapat menjadi momen permohonan atas keselamatan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).
“Makna Pamacekan Agung ini ialah sebagai simbol keteguhan iman umat manusia atas segala godaan selama perayaan hari Galungan dan merupakan simbol keseimbangan bagi bhuana agung dan bhuana alit karena terletak di tengah antara awal Galungan yakni pada Tumpek Wariga dan akhir Galungan pada Buda Kliwon Pahang,” kata Bawa Adnyana.
Pada hari raya Pamacekan Agung, sejumlah pura penting di Bali juga melaksanakan pujawali. Di antaranya, Pura Dasar Bhuana di Gelgel, Klungkung, Pura Penataran Agung Mpu Ghana di Punduk Dawa, Klungkung, serta Pura Dhalem Benculuk Tegeh Kori, Denpasar.
- Penulis: I Ketut Jagra
- Foto: I Ketut Jagra
- Penyunting: I Made Sujaya