Menu

Mode Gelap
50 Pengabdi Seni dan Budaya Desa Peliatan Dianugerahi Abisatya Sani Nugraha Meningkatkan Martabat Pendidikan Pertanian di Tengah Dominasi Pariwisata Begini Kronologi Perang Puputan Margarana, 20 November 1946 Tanaman Cabai di Beranda Ruang Kelas: Catatan Harian dari SMKN 1 Petang Cemerlang SMA Paris di Usia 40 Tahun

Cerpen · 18 Jun 2021 21:17 WITA ·

Terang Bulan Pemberian [Cerpen I Made Ariyana]


					Terang Bulan Pemberian [Cerpen I Made Ariyana] Perbesar

Ketut Lacur berpikir memang tidak bijak menyia-nyiakan makanan. Apalagi di masa sulit seperti sekarang. Dan tidak sopan juga menolak pemberian orang.

“Terima kasih kalau begitu,” ucapnya sambil tersenyum sumringah.

“Sama-sama.”

Dalam perjalanan pulang, Ketut Lacur mengucap syukur atas rezekinya hari ini. Selain dapat uang, dia juga ketiban makanan. Ternyata nasibnya tidak benar-benar buruk. Terang bulan pemberian itu akan dibawanya pulang. Dia sudah membayangkan betapa anaknya akan senang mendapat gapgapan.

Benar saja. Sampai di rumah, Ketut Lacur langsung disambut anaknya yang semata wayang.

“Bapak bawa apa itu?”

“Oleh-oleh untuk anak bapak tersayang.”

“Horeee!” seru sang anak girang.

Sang istri juga senang suaminya sudah pulang. “Mau ngopi dulu atau langsung makan?” tanyanya penuh perhatian.

“Ngopi saja dulu, mumpung ada terang bulan,” jawab Ketut Lacur lembut pada istrinya tersayang.

Dia pun duduk di sebelah anaknya. Diperhatikannya sang anak begitu lahap menikmati terang bulan, macam tiga hari tidak makan.

“Enak, Nak?”

Si anak mengangguk. Bibirnya penuh berlumuran coklat.

“Kalau begitu harus habis ya.”

Kopi buatan istri datang, Ketut Lacur urung mengambil terang bulan. Tak sampai hati dia mengganggu kesenangan anaknya. Biarlah nanti aku minta kalau bersisa, pikirnya. Selain pekerja keras bermental baja, Ketut Lacur juga sosok laki-laki penyayang keluarga. Sayang betul dia pada anaknya. Baginya, kebahagiaan anak adalah yang utama.

Begitulah akhirnya malam turun menggantikan siang. Ketut Lacur menyudahi hari itu dengan hati tenteram. Tak tahu dia tragedi tengah menunggunya di sana, di ujung malam. Tragedi yang tak pernah terbayangkan. Tragedi yang menyengsarakan hati melebihi pandemi. Ketut Lacur yang malang harus tabah kehilangan.

Artikel ini telah dibaca 395 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Tak Sempat Kuantar Pulang

28 Mei 2022 - 00:48 WITA

Perempuan Bali

“Tonya Dadi Pedanda”: Penampilan Bisa Menipu

22 Mei 2022 - 21:51 WITA

Ketu Pedanda

Humanisme dalam Balutan Budaya Bali: Membaca Kumpulan Cerpen “Tanah” IDK Raka Kusuma

7 Juni 2021 - 01:08 WITA

Lirikan Mata Perempuanku [Cerpen IBW Widiasa Keniten]

1 Juni 2021 - 22:55 WITA

Ritual Jarak [Sajak-sajak Wayan Esa Bhaskara]

31 Mei 2021 - 08:42 WITA

Dongeng Purba I Wayan Suartha dalam “Buku Harian Ibu belum Selesai”

27 Mei 2021 - 23:58 WITA

Trending di Sloka Bali