Komang Krining tak menyangka. Tiba-tiba saja dia bertemu dengan penyanyi Raisa. Yang lebih tidak diduga lagi, artis berkulit putih bersih itu menyalami Komang lalu duduk di dekatnya.
Terang saja jantung Komang berdegup kencang. Hatinya kacau. Dia yang baru saja duduk di pinggir Pantai Kuta untuk melepas penat ketiban durian runtuh bertemu artis yang selama ini diidolakannya.
“Komang sudah lama duduk di sini, ya?” tanya Raisa diselingi senyum manisnya.
Komang tersentak. Dia kebingungan, tak tahu mesti menjawab apa. Dia masih belum yakin bahwa apa yang dialaminya sebuah kenyataan.
“Mm…mm… ya, eh, baru,” jawab Komang gugup.
“Kok gugup, Mang. Kamu nggak suka aku duduk di dekatmu ya?” tanya Raisa lagi.
“Eh, nggak. Nggak kok. Aku senang kok,” kata Komang masih gugup.
Raisa memandang wajah Komang dalam-dalam. Karena malu, Komang pun memilih menundukkan wajahnya. Raisa memegang dagu Komang lalu secara perlahan dia mendekatkan wajahnya ke wajah Komang. Tentu saja Komang semakin gugup. Wajah Raisa semakin dekat. Dan…
“Gedebuk!” Tubuh Komang Krining jatuh terguling dari atas dipan. Adiknya, Ketut Pangus sontak berteriak melihat kakaknya jatuh di lantai.
“Meme Dewa Ratu. Bli, bangun, Bli,” tanya Ketut sembari menuntun kakaknya berdiri.
Komang memegang kepalanya yang membentur lantai. Perlahan dia pun sadar. Ternyata dia baru saja mimpi.
“Maafkan, Bli. Tiang agak onyah, sampai-sampai Blijatuh,” kata Ketut yang sadar dirinya yang menyebabkan kakaknya terjatuh.
Komang agak jengkel, tapi dia tak berkomentar apa-apa. Dia memilih tidur lagi.
“Kamu mengganggu mimpi indah, Bli Mang,” keluh Komang.
“Memangnya Bli mimpi apa?” tanya Ketut.
Mimpi dicium Raisa, tahu!”
“Beh, luwung sajan. Enak dong dicium Raisa,” goda Ketut.
“Belum sempat dicium sudah jatuh duluan. Mimpinya bersambung,”
“Bah, gampang caranya, Bli. Kata Pekak, bantalnya dibalik saja. Nanti mimpinya bisa berlanjut lagi,” saran Ketut.
“Ah, kamu ada-ada saja. Mana ada mimpi berlanjut.”
“Bah, coba saja dibuktikan,” kata Ketut.
Meski menampik, diam-diam Komang tertarik juga. Dia ingin bertemu lagi dengan Raisa dalam mimpi. Dia pun menuruti saran adiknya untuk membalik bantal. Lalu, Komang memejamkan mata, membiarkan dirinya terbenam dalam tidur.
Kali ini Komang memang kembali bermimpi. Namun, mimpinya bukan lagi bersama Raisa. Komang kini merasakan berada di suatu hutan yang lebat. Kanan-kiri hanya ada pohon-pohon besar. Komang berjalan menyeruak memasuki rerimbunan pepohonan.
Tiba-tiba saja dia bertemu dengan seorang wanita berpakaian serbahitam duduk di bawah pohon. Komang mendekati wanita itu. Begitu Komang sudah semakin dekat, wanita itu pun memperlihatkan wajahnya yang menyeramkan. Wanita itu ternyata Dadong Tangi, seorang wanita tua di desanya yang disebut-sebut orang bisa ngeleak.
Karena ketakutan, Komang langsung berlari kencang meninggalkan Dadong Tangi. Namun, Dadong Tangi juga mengejarnya. Sampai akhirnya…
“Bli Komang, bangun, bangun. Sudah siang. Ayo berangkat kerja,” suara adiknya, Ketut membangunkan Komang. Komang kembali sadar, dia mimpi menyeramkan. Kontan saja dia memukul adiknya dengan bantal.
“Kamu bilang kalau bantalnya dibalik mimpi bisa berlanjut. Ternyata aku malah mimpi dikejar-kejar Dadong Tangi,”
Ketut berlari menyelamatkan diri. Namun, Ketut tertawa terpingkal-pingkal mendengar cerita soal mimpi sang kakak. (b.)
- Artikel I KETUT JAGRA, penulis.