Menu

Mode Gelap
Kalangan Muda Kurang Berminat Kunjungi Bulan Bahasa Bali 50 Pengabdi Seni dan Budaya Desa Peliatan Dianugerahi Abisatya Sani Nugraha Meningkatkan Martabat Pendidikan Pertanian di Tengah Dominasi Pariwisata Begini Kronologi Perang Puputan Margarana, 20 November 1946 Tanaman Cabai di Beranda Ruang Kelas: Catatan Harian dari SMKN 1 Petang

Ala Ayuning Dewasa · 21 Mei 2016 23:46 WITA ·

Bali Miliki Bulan Ketiga Belas, Ini Makna dan Pantangannya


					Ngaben di Bali memilih hari baik. Perbesar

Ngaben di Bali memilih hari baik.

Tak banyak orang Bali yang menyadari, kalender Bali tahun ini ditandai dua Sasih Jyesta. Sasih Jyesta pertama dimulai pada Kamis, 7 April 2016 dan berakhir pada Kamis, 5 Mei 2016. Sasih Jyesta kedua yang disebut Mala Jyesta dimulai pada Jumat, 6 Mei 2016 dan berakhir pada Minggu, 5 Juni 2016 mendatang. Inilah bulan ketiga belas dalam tika (sistem kalender) Bali yang diyakini sebagai bulan yang tidak baik untuk padewasan (hari baik-buruk).

Penekun dan penyusun kalender Bali, I Gede Marayana menjelaskan Sasih Mala Jyesta muncul sebagai akibat kalender Bali menggunakan sistem pangerepeting sasih (harmonisasi atau memadukan perhitungan bulan). Sistem ini bertujuan agar penetapan Tawur Kasanga dan hari raya Nyepi tetap pada bajeging surya (saat Matahari berada di Khatulistiwa), sekitar bulan Maret.

Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi dari Geria Tamansari Lingga Ashrama Jalan Pantai Lingga Singaraja dalam situs www.stitidharma.org menjelaskan kalender Hindu-Bali menggabungkan beberapa sistem, yakni Surya Pramana (tempo perputaran bumi mengelilingi matahari), Candra Pramana (tempo perputaran bulan mengelilingi bumi), dan Wuku (Candra Pramana yang berhubungan dengan ala-ayuning dewasa = buruk-baiknya hari).

Sistem Surya Pramana menghasilkan jumlah hari dalam setahun sebanyak 365 hari, sedangkan sistem Candra Pramana menghasilkan jumlah hari dalam setahun sebanyak 360 hari, sehingga setiap tahun akan terjadi selisih selama lima hari.  “Dengan kata lain, dalam enam tahun jumlahnya genap 30 hari (satu bulan). Pergantian sasih terjadi di saat Tilem sehingga disebut amawasanta,” beber Ida Pandita.

Untuk selalu menyamakan unsur-unsur yang digunakan dalam menetapkan Tawur Kasanga dalam rangka hari Nyepi, setiap enam tahun perlu diadakan ‘pangerepet’ yakni ‘mendobelkan’ sebuah sasih di bulan yang sama (menurut Surya Pramana). Sasih yang dipilih sebagai pengerepet hanya dua secara bergantian, yakni Jyesta atau Sada, karena kedua sasih itu dianggap mala (kotor).

“Sekitar dua sampai tahun sekali, orang Bali bertemu dengan Sasih Mala Jyesta lalu dua sampai tiga tahun kemudian bertemu dengan Sasih Mala Sadha. Tahun 2016 ini muncul Sasih Mala Jyesta, sedangkan tahun 2019 muncul Sasih Mala Sadha. Lalu tahun 2022 kembali muncul Mala Jyesta,” beber Marayana.

Dalam sistem padewasan (keyakinan mengenai hari baik dan buruk) Bali, Sasih Jyesta dan Sadha memang dianggap tidak baik. Keyakinan ini dilandasi dengan sistem trilingga yang tidak muncul selama rentang Sasih Jyesta dan Sadha. Trilingga yakni tiga unsur planet, yaitu Matahari-Bulan-Bintang (Surya-Candra-Lintang Trenggana) yang dijadikan dasar penentuan hari baik-buruk.

“Pada Sasih Jyesta dan Sadha, posisi bintang Kartika atau bintang Tengala (Trenggana) tidak terlihat atau disebut merem. Waktu seperti ini, dalam keyakinan tradisional Bali dianggap tidak baik digunakan untuk melaksanakan upacara,” kata Marayana.

Bintang Kartika dan bintang Trenggana diyakini sebagai bintang dari segala bintang. Kedua bintang ini memancarkan cahaya paling terang. Ini diyakini sebagai ciri kemakmuran.

Marayana menandaskan sistem kalender Hindu-Bali memang sangat unik dan otentik. Hal itu dikarenakan karakternya yang memadukan antara tiga sistem, yaitu Surya Pramana, Candra Pramana dan Wuku. Ketiga sistem itu dilandasi prinsip-prinsip matematis, geografis, sistematis dan religius.

“Itu sebabnya, jangan disamakan antara sistem kalender Bali dengan sistem kalender lain. Kalau ingin memahami sistem kalender Bali, gunakanlah cara pandang tika Bali,” tandas Marayana. (b.)

  • Penulis: I Made Sujaya
  • Foto: I Made Sujaya
  • Penyunting: I Ketut Jagra
Artikel ini telah dibaca 2,036 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Tari Rejang: Warisan Bali Kuno, Simbol Keindahan dan Kesucian

4 Juni 2021 - 22:50 WITA

Batu Lantang: Legenda Batu Panjang “Panekek Jagat”

3 Juni 2021 - 22:15 WITA

“Matuunan”: Menghadirkan Kembali yang Sudah Tiada

26 Mei 2021 - 22:15 WITA

Dongeng Gerhana Bulan dan Generasi Milenial

26 Mei 2021 - 05:50 WITA

Pegatwakan Tiba: Ngabut Penjor Dulu, Nanceb Tetaring Kemudian

19 Mei 2021 - 05:19 WITA

Begini Hari Baik Berhubungan Intim Menurut Lontar “Pameda Smara”

11 Mei 2021 - 23:37 WITA

Trending di Ala Ayuning Dewasa