Sejarah baru kini dicatat Bali di ajang pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) serentak tahun 2015. Hasil penghitungan cepat hingga hari ini (11/12), menunjukkan kemenangan untuk dua kandidat yang mengusung perempuan sebagai calon bupati. Keduanya, Ni Putu Eka Wiryastuti, calon bupati Tabanan yang berpasangan dengan Komang Gde Sanjaya dan Gusti Ayu Mas Sumatri, calon bupati Karangasem yang berpasangan dengan Wayan Artha Dipa.
Eka Wiryastuti merupakan calon petahana (incumbent) yang diusung PDI Perjuangan. Sementara Mas Sumatri, pendatang baru yang didukung Partai Nasdem dan Hanura. Mas Sumatri sebelumnya juga kader PDI Perjuangan yang duduk di DPRD Karangasem tetapi dipecat partainya karena memutuskan diusung partai lain sebelum PDI Perjuangan mengumumkan calon yang diusung.
Perolehan suara para perempuan calon bupati ini juga cukup signifikan. Eka Wiryastuti meraup sekitar 64, 28%, sedangkan Mas Sumatri meraih 40,76%. Kemenangan Eka Wiryastuti tampaknya ditopang modal sebagai petahana dan kuatnya mesin partai.
Yang mengejutkan tentu saja Mas Sumatri yang meskipun tidak didukung partai politik yang tidak dominan tetapi mampu mengungguli calon-calon partai besar. Keunggulan Mas Sumatri tampaknya ditopang modal personal di samping tim kampanye yang kuat. Kemenangan Mas Sumatri di Karangasem memperkuat tesis pemilukada merupakan pertarungan figur.
Apa yang bisa dibaca dari keberhasilan dua perempuan calon bupati ini? Masyarakat Bali yang dikenal sangat kuat dengan kultur paternalistik patriarki tampaknya mulai terbuka dengan pandangan kesetaraan gender, termasuk dalam bidang politik. Hal ini terutama sangat kuat terlihat di Karangasem yang nota bene dianggap cukup kuat merepresentasikan budaya paternalistik patriarki.
Bali memang memiliki sejarah memberikan tempat pada perempuan dengan kualitas figur yang kuat untuk tampil sebagai pemimpin. Pada masa Bali Kuno, Sakalindu Kirana adalah raja perempuan pertama dinasti Warmadewa. Klungkung juga pernah memiliki raja perempuan yang perkasa memimpin Perang Kusamba, Dewa Agung Istri Kanya.
Yang menarik lagi, kemenangan dua perempuan kandidat bupati ini terjadi di bulan Desember, bulan yang secara tradisi Indonesia dimaknai sebagai bulan keramat para ibu-ibu Indonesia. Ini peristiwa penting yang patut dicatat dalam sejarah Bali, memang. (b.)
- Penulis: Ketut Jagra