Hari ini, Selasa, 6 Januari 2015, berlangsung perayaan hari Anggara Kasih Medangsia di seantero Bali. Namun, kesemarakan perayaan lebih terasa di kawasan Bali Selatan dan Bali Timur. Hari ini dilaksanakan pujawali di tiga pura penting yang masuk dalam jajaran pura kahyangan padma bhuwana, yaitu Pura Andakasa, Pura Goa Lawah dan Pura Uluwatu.
Selain itu, Pura Dalem Kahyangan Alas Kedaton di Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan juga melaksanakan pujawali pada hari yang sama. Itu sebabnya, saban hari Anggarakasih Medangsia, umat Hindu akan mengarus menuju ujung selatan ke Pura Uluwatu dan ujung timur dan tenggara menuju Pura Andakasa dan Pura Goa Lawah.
Sungguh menarik mencermati ketiga pura yang melaksanakan pujawali di hari Anggara Kasih Medangsya. Pura Andakasa terletak di puncak Bukit Andakasa (secara tradisional juga dikenal sebagai Gunung Andakasa), Pura Goa Lawah di pesisir pantai Desa Pesinggahan tetapi secara tradisional dipercaya goa di tengah pura ini terhubung ke Gunung Agung serta Pura Uluwatu di ujung kaki Pulau Bali.
Para penekun spiritual tentu memahami betul betapa ketiga pura ini memiliki arti penting dalam penjelajahan spiritual, khususnya memaknai konsep sagara-giri, gunung dan laut sebagai sumber kemakmuran. Secara spiritual, di Pura Andakasa berstana Dewa Brahma, Tuhan dan manifestasi Sang Pencipta, di Pura Goa Lawah berstana Dewa Maheswara, Tuhan dan manifestasi sebagai penjaga keseimbangan antara gunung dan laut, sedangkan di Pura Uluwatu dipuja Rudra, Tuhan dalam manisfestasi pelebur.
Pura Andakasa memang amat erat kaitannya dengan penciptan dalam kosmologi Bali. Nama Pura Andakasa disebut-sebut diambil dari konsepsi andabhuwana (telur semesta). Konsepsi andabhuwana inilah memberi gambaran pemahaman berkesadaran ilmiah para tetua Bali bahwa bumi ini berbentuk bulat layaknya telur.
Pura Goa Lawah juga diyakini sebagai tempat suci untuk memuja Batara Tengahing Segara, penguasa lautan dan Sang Hyang Nasa Basuki. Sang Hyang Naga Basakih senantiasa dihubungkan dengan Pura Besakih dan Gunung Agung.
Dalam kepercayaan masyarakat, Goa Lawah diyakini tembus ke Besakih. Malah, dalam babad disebutkan seorang pangeran dari kerajaan Mengwi yang pernah diuji Dhalem Gelgel untuk masuk ke Goa Lawah. Ternyata, sang pangeran itu memang tembus ke Besakih tetapi dalam keadaan tuli. Sang pangeran kemudian diberi nama I Gusti Agung Ketut Besakih.
Hal ini menunjukkan Goa Lawah merupakan tempat memuja gunung sekaligus laut. Karenanya, umat Hindu kerap memanfaatkan Pura Goa Lawah sebagai tempat maajar-ajar atau nyegara gunung. Di sinilah keduanya bertemu melahirkan harmoni hidup. Gunung (Gunung Agung) sebagai simbol daratan dan laut (Samudera Hindia) sebagai simbol air.
Pura Uluwatu, dalam kepercayaan masyarakat Pecatu, merupakan tempat memuja Ida Bhatara Lingsir. Pura ini juga kerap dipilih sebagai tempat melaksanakan upacara nyegara gunung, maajar-ajar, seusai upacara mamukur atau pun piodalan besar di desa. Hal ini dikarenakan posisi geografis pura ini yang mengisyaratkan pertemuan antara gunung dan laut secara langsung seperti halnya Pura Goa Lawah.
Salah satu keunikan Pura Uluwatu, arah pemujaan yang menuju Barat Daya. Lazimnya, di parahyangan-parahyangan lainnya, arah pemujaan menuju Timur atau Utara. Palinggih-nya juga tidak begitu banyak. Di jeroan hanya ada meru tumpang tiga menghadap ke Timur Laut, di depannya berdiri dua pengapit. Bagian jeroan ini dibatasi kori gelung agung berarsitektur kuno yang juga menjadi ciri khas pura ini.
- Penulis: I Ketut Jagra