Menu

Mode Gelap
Keragaman Fantasi dalam Festofantasy HUT ke-39 SMA Paris Edukasi Kesejahteraan Hewan, Ajak Anak-anak Kenali Zoonosis Kirab Nasionalisme Hari Kemerdekaan ala Desa Adat Kedonganan Baca Puisi Tak Sekadar Intonasi, Tapi Interpretasi: Dari LBP FULP se-Bali 2023 “Duwe” Desa Adat, Krama dan Prajuru Adat Wajib Bentengi LPD

Bali Tradisi · 27 Mei 2014 23:30 WITA ·

Tradisi Ngelawang Saat Galungan, Begini Mitologinya


					Tradisi Ngelawang Saat Galungan, Begini Mitologinya Perbesar

Teks dan Foto: Desu Jaya 
 

Sepanjang rentang waktu hari raya Galungan dan Kuningan, sangat mudah menemui kelompok anak-anak menari barong keliling desa. Kegiatan ini dikenal dengan nama ngelawang. Tradisi ini bukan sekadar hiburan saat hari suci Galungan, tetapi juga sebagai kesenian sakral untuk menyucikan dunia dan mewujudkan perdamaian dan ketenteraman dunia.

Secara filosofis, ngelawang bertujuan menetralisir kekuatan bhuta agar menjelma kekuatan dewa. Barong merupakan simbol kekuatan dewa yang hendak menyucikan dunia. 


(Mengenai wujud dan makna tradisi ngelawang, baca: Menjalin Persaudaraan dengan Ngelawang)

Menurut dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Kadek Suartaya, makna ngelawangsesungguhnya memang mewujudkan dunia yang aman, damai dan sejahtera. Seperti disebutkan dalam lontar Siwa Tattwa, kata Suartaya, lahirnya tradisi ngelawangmerupakan atas perintah Sang Hyang Siwa agar dunia kembali tenang, damai dan sejahtera.


Diceritakan di zaman dulu, dunia gonjang-ganjing, hancur berantakan. Setiap hari terjadi bencanan dan musibah. Keadaan dunia seperti itu menyebabkan Sang Hyang Siwa bersedih. Sang Hyang Siwa kemudian memikirkan cara untuk mengembalikan ketenangan dan kedamaian dunia.  


Selanjutnya, Sang Hyang Siwa mengutus para dewata turun ke dunia. Masing-masing dewa diberikan tugas sebagai pragina (penari), penabuh, dalang dan lainnya. Seluruh dewata itu kemudian menghibur manusia di dunia. Karena seluruh umat manusia berbahagia lantaran suguhan kesenian para pragina, juru tabuh dan dalang itu, dunia pun kembali tenang, dan damai.


“Ida Sang Hyang Siwa berhasil menenangkan kembali dunia melalui jalan kesenian. Memang, kesenian sebagai jalan untukmewujudkan kedamaian dan ketenangan dunia,” kata Kadek Suartaya.

Sejak saat itulah, setiap kali Galungan dan Kuningan dilaksaakan tradisi ngelawang. Saat ngelawang, barong sungsungan desa diarak keliling desa. Harapannya agar Ida Batara Sesuhunan memberikan anugerahnya dan seisi desa bisa tenang, damai dan sejahtera.

Ngelawang juga membawa pesan agar masyarakat Bali saling mengenal lingkungannya lalu menjalin keakraban. Dengan berkeliling ke desa-desa sekitarnya, praktis terbangun interaksi antarakelompok warga yang ngelawang dengan krama desa yang dikunjungi.

Dari sinilah kemudian terbangun komunikasi, membentuk hubungan yang harmonis. Antarkrama menjadi saling mengenal, saling mengerti dan saling memahami. Dengan begitu, kesalahpahaman bisa dicairkan dan konflik bisa dicegah. (b.)

http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI
Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Ini Kegiatan Penutup Brata Siwaratri yang Sering Dilupakan

23 Januari 2020 - 12:42 WITA

Nyepi Segara, Ucap Syukur Atas Karunia Dewa Baruna

26 Oktober 2018 - 15:06 WITA

Ngusaba Nini, Krama Desa Pakraman Kusamba “Mapeed” Empat Hari

25 Oktober 2018 - 15:03 WITA

“Pamendeman” Ratu Bagus Tutup Puncak “Karya Mamungkah” Pura Puseh-Bale Agung Kusamba

4 April 2018 - 10:18 WITA

“Purnama Kadasa”, Petani Tista Buleleng “Nyepi Abian”

31 Maret 2018 - 14:39 WITA

Cerminan Rasa Cemas Bernama Ogoh-ogoh

14 Maret 2018 - 19:12 WITA

Trending di Bali Tradisi